Oleh : Adhan Chaniago
Sijunjung (SUMBAR).GP- Indonesia kembali menghadapi realitas pahit dalam kebijakan ekonomi yang menyentuh langsung masyarakat kecil. Pemangkasan anggaran sertifikasi halal gratis bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dari 1,2 juta target menjadi hanya 350 ribu sertifikat—pemotongan sebesar 53,5%—bukan sekadar angka, tetapi simbol ketidakpedulian pemerintah terhadap UMKM.
Instruksi Presiden Prabowo Subianto yang berorientasi pada efisiensi anggaran ini justru menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Alih-alih memperkuat UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional, kebijakan ini justru semakin membebani mereka.
Di tengah kondisi ini, DPR yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela rakyat justru diam seribu bahasa. Demikian pula organisasi masyarakat (Ormas) Islam seperti NU dan Muhammadiyah yang memiliki kekuatan untuk menekan kebijakan ini, tetapi tak terdengar suaranya.
*Sertifikasi Halal: Kewajiban yang Diberatkan oleh Kebijakan*
Berdasarkan regulasi yang ada, sertifikasi halal adalah kewajiban bagi produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan barang konsumsi lainnya. Batas waktu pelaksanaan semakin dekat, sementara mayoritas UMKM di Indonesia masih belum memiliki sertifikat halal.
Salah satu penyebab utama adalah minimnya sosialisasi dan pendampingan dari pemerintah, terutama di wilayah pedesaan. Banyak pelaku UMKM yang bahkan belum memahami prosedur pengajuan sertifikasi halal, apalagi membayangkan biaya yang harus mereka keluarkan jika subsidi dari pemerintah terus dipangkas.
Di sisi lain, pemerintah justru meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi produk yang belum bersertifikat halal. Jika aturan ini diterapkan secara ketat tanpa solusi nyata, UMKM bisa terancam sanksi administratif hingga kehilangan pasar. Bukankah seharusnya negara hadir untuk mempermudah, bukan memperumit?
*DPR: Pengkhianatan terhadap UMKM?*
Sebagai lembaga legislatif, DPR memiliki kewenangan untuk menyusun dan mengawasi kebijakan anggaran pemerintah. Namun, dalam isu pemangkasan anggaran sertifikasi halal ini, DPR tampak pasif dan enggan membela kepentingan rakyat.
Dulu, saat kampanye, mereka berlomba-lomba menjanjikan dukungan bagi UMKM. Namun kini, mereka membiarkan kebijakan ini berjalan tanpa perlawanan berarti. Tidak ada upaya serius untuk menekan pemerintah agar membatalkan pemangkasan ini, atau setidaknya mendorong skema lain yang tetap memungkinkan UMKM mendapatkan sertifikasi halal dengan biaya minimal.
Jika DPR tetap membiarkan ini terjadi, maka rakyat harus mengingat siapa saja yang tidak berpihak kepada mereka. UMKM harus lebih kritis dalam menentukan siapa yang layak mewakili mereka di periode mendatang. Jangan terbuai dengan janji manis, tetapi lihat siapa yang benar-benar bertindak untuk kepentingan rakyat kecil.
*Di Mana Suara NU, Muhammadiyah, dan Ormas Lainnya?*
Sebagai organisasi yang berakar kuat dalam masyarakat, NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan umat.
Namun, hingga saat ini, tidak ada tekanan serius dari ormas-ormas besar terhadap pemerintah terkait pemangkasan anggaran sertifikasi halal ini. Padahal, sertifikasi halal bukan hanya tentang kepatuhan syariat, tetapi juga tentang kelangsungan ekonomi umat.
Jika ormas-ormas ini benar-benar memiliki kepedulian terhadap ekonomi umat, mereka harus segera mengambil langkah konkret:
• Menekan pemerintah untuk membatalkan pemotongan anggaran ini
• Menyediakan pendampingan gratis bagi UMKM dalam mengurus sertifikasi halal
• Memfasilitasi komunikasi antara UMKM dan pemerintah agar ada solusi yang lebih adil
Jika ormas-ormas ini hanya diam, maka masyarakat berhak mempertanyakan ke mana sebenarnya arah perjuangan mereka.
*Dampak Besar bagi UMKM dan Ekonomi Nasional*
Jangan lupakan bahwa UMKM menyumbang lebih dari 61,07% terhadap PDB Indonesia dan menjadi sektor yang paling mampu bertahan di tengah krisis ekonomi global. Namun, jika beban regulasi terus bertambah tanpa dukungan yang jelas dari pemerintah, maka UMKM akan mengalami tekanan yang berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sertifikasi halal seharusnya menjadi instrumen pemberdayaan, bukan alat penindasan terhadap pelaku usaha kecil. Jika pemerintah, DPR, dan ormas-ormas besar terus diam, maka ini bukan hanya soal regulasi, tetapi pengabaian terhadap kepentingan ekonomi rakyat.
*Jangan Diam, Waktunya UMKM Bertindak!*
Kebijakan pemangkasan anggaran sertifikasi halal gratis ini bukan hanya keputusan administratif, tetapi bukti nyata bahwa kepentingan rakyat semakin terpinggirkan. Jika DPR dan ormas tidak mau bersuara, maka UMKM harus bergerak sendiri, bersatu, dan menekan kebijakan ini agar dibatalkan.
Jika DPR tetap diam, maka rakyat harus mengingat siapa saja yang tidak berpihak kepada mereka dan memastikan mereka tidak terpilih lagi di periode mendatang. Jika ormas Islam tetap pasif, maka masyarakat harus mempertanyakan komitmen mereka terhadap kepentingan umat.
Dan kepada Presiden Prabowo Subianto, rakyat menunggu sikap bijaknya. Jika ingin membuktikan diri sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat, batalnya pemangkasan anggaran sertifikasi halal ini bisa menjadi langkah awal.
UMKM bukan sekadar pelaku usaha, tetapi penopang ekonomi bangsa. Jangan sampai mereka dibiarkan berjalan sendiri, tanpa dukungan, tanpa perlindungan.
#GP | Sijunjung | 15 Februari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar