Dharmasraya(SUMBAR)GP- "Tidak ada halangan perempuan jadi Pemimpin di Manangkabau" demikian ungkapan H Epi Radisman Dt Paduko Alam SH Waketum LKAAM Provinsi Sumatera Barat sesaat dihujani pertanyaan dari peserta sosialisasi Kompetensi Ninik Mamak Pemangku Adat dan Bundo Kandung Nagari Tabek Kecamatan Timpeh Kabupaten Dharmasraya di Gedung Pertemuan Umum (GPU) Nagari tersebut, Kamis (29/8).
Sehubungan dengan tersiarnya pasangan tunggal Perempuan calon Bupati dan Wakil Bupati Dharmasraya 2024-2029 atas nama An-nisa Suci Ramdhani, SH, LL.M dan Leli Arni, SPd, MSI yang disingkat ASLI.
Pertemuan tersebut berlangsung seharian penuh, dengan peserta 8 orang Bundo Soko dan 12 orang Ninik Mamak Kenagarian Tabek yang juga dihadiri langsung oleh Wali Nagari agari Hermanto Dt. Rajo Mangkuto dan Ketua Bamus Nagari Tabek.
Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Camat Timpeh Riski Rulian yang dalam sambutannya mengajak "Mari kita semua terutama Peserta sosialisasi untuk menimba pengetahuan adat dari Nara sumber hari ini yakni Datuak Paduko Alam yang tak asing lagi bagi masyarakat Adat "Limo Koto Nan di Hilia" (Tabek, Timpeh, Lobuang, Jao dan Taratak Tinggi) pinta sang Camat yang mengaku berasal dari Kabupaten Solok itu.
Kembali sang Datuak Paduko Alam menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dari peserta, bahkan Datuak Paduko Tokoh adat Nagari Timpeh ikut mempertanyakan apakah boleh Minangkabau dan khususnya Kabupaten Dharmasraya dipimpin oleh perempuan yang disebut "BUNDO" ?
Sang Datuak Paduko Alam menjawab: TIDAK ADA halangan pemimpin di Minangkabau khususnya pimpinan pemerintahan yang berasal dari kaum perempuan, baik itu untuk Gubernur ataupun Bupati termasuk Camat dan Wali Nagari/ Desa.
Minangkabau menganut azas Matriliniel intinya alam Minangkabau adalah dipimpin oleh perempuan yang disebut dengan Bundo Kandung, dan pernah diemban oleh Kambang Daro Marani sewaktu Pemerintahan Cindua Mato dan terakhir Bundo Kandung dipikul oleh Yang Di-Pertuan Gadih Reno Sumpu disaat mamaknya yang dipertuan Sultan Bagagarsyah dibuang Belanda ke Batavia Tahun 1833 Masehi.
Hanya saja semenjak ditetapkan sumpah setia ABS-SBK di Bukit Marapalam, maka bagi perempuan Minang hanya tidak dibenarkan menjadi Imam dalam shalat bilamana ada kaum laki-laki, termasuk membaca khotbah pada Shalat Jum'at, Shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha dan Shalat Mayat, tegas Datuk Paduko Alam mengakhiri.
#GP | era
Tidak ada komentar:
Posting Komentar