Ketua Dewan Pengawas Yayasan Al-Hamidiyah, Pekanbaru
GOPARLEMENT.COM- Pemilihan Umum sudah diambang pintu, tepatnya pada hari
Rabu tanggal 14 Februari 2024 dijadwalkan dilakukan secara serentak di seluruh
Nusantara. Idealnya Pemilihan Umum-Baca Pemilu adalah menciptakan pemerintahan
yang mewakili kehendak rakyat dengan diberikannya hak suara kepada seluruh
warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih para pemimpin baik pada
konteks kepemimpinan di daerah maupun pada tingkat nasional. Dengan demikian,
Pemilu diharapkan untuk memastikan bahwa kekuasaaan politik tetap berada di
tangan rakyat.
Pemilih penentu corak kepemimpinan lokal dan nasional
Diskurus mengenai pemilih tidak dapat dilepaskan dari
prilaku pemilih dalam memberikan pilihan pada saat Pemilu dilaksanakan.
Setidaknya ada tiga model pendekatan yang dikenali dalam literatur yang menjadi
basis dalam membaca perilaku pemilih sebagaimana Studi Bartels pada tahun 2012
dalam konteks politik Amerika Serikat. Pertama: The Columbia Study dimana
Pendekatan ini menekankan pentingnya faktor sosial dan ekonomi dalam membentuk
preferensi politik individu. Menurut Bartels, preferensi politik cenderung
terkait erat dengan status sosial dan ekonomi seseorang. Misalnya, individu
dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki preferensi
politik yang berbeda dari individu dengan status yang lebih rendah. Kedua: The
Michigan Model, adalah Pendekatan yang menyoroti peran psikologis dalam
membentuk preferensi politik individu. Bartels menyatakan bahwa faktor-faktor
seperti identifikasi partai dan sikap terhadap kandidat lebih dipengaruhi oleh
faktor-faktor psikologis daripada faktor-faktor ekonomi atau social. Ketiga:
Rational Choice, yaitu pemilih dianggap sebagai "manusia ekonomi"
yang memilih kandidat atau partai berdasarkan pertimbangan rasional yang
didasarkan pada kepentingan pribadi dan persepsi tentang manfaat yang
diharapkan dari pilihan mereka. Sederhananya ketiga pendekatan tersebut lebih
dikenal dengan istilah sosiologis, psikologis dan pilihan rasional.
Prilaku pemilih ini penting untuk mendeteksi pendekatan
apa yang digunakan oleh pemilih dalam menentukan pilihan. Sebab sejatinya,
Pemilih memiliki peran penting dalam menentukan arah kepemimpinan, baik di
tingkat lokal maupun nasional. Mereka menggunakan hak suara mereka untuk
memilih kandidat yang mereka percayai akan mewakili kepentingan dan nilai-nilai
mereka secara efektif. Pilihan pemilih ini secara langsung mempengaruhi siapa
yang akan memegang kekuasaan dan bagaimana kebijakan akan dirumuskan dan
dilaksanakan.
Selanjutnya, ada sejumlah faktor yang turut mempengaruhi
pilihan pemilih dalam pemilu. Faktor-faktor ini meliputi ideologi politik,
isu-isu krusial saat ini, karakteristik kandidat, dan pengalaman masa lalu.
Ideologi politik memainkan peran penting dalam menentukan pilihan pemilih,
dengan beberapa pemilih cenderung memilih berdasarkan kebijakan dan platform
partai politik tertentu. Isu-isu krusial saat ini, seperti ekonomi, lingkungan,
atau keamanan, juga dapat mempengaruhi pemilih untuk memilih kandidat yang
menjanjikan solusi atas isu-isu tersebut.
Menjadi fokus perhatian adalah hasil pilihan pemilih pada
pemilu akan memiliki dampak langsung pada tingkat kepemimpinan lokal. Di
tingkat lokal misalnya pemilih akan memilih kepala daerah, Anggota dewan
Kab/Kota, dan pejabat lainnya yang bertanggung jawab atas pelayanan masyarakat
sehari-hari. Bahwa kepemimpinan lokal yang efektif dan responsif terhadap
kebutuhan masyarakat sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik di tingkat lokal.
Demikian halnya pada tingkat kepemimpinan nasional, dimana
pemilih akan memilih presiden, yang pada pemilu 2024 akan diikuti oleh 3
pasangan yaitu (Pasangan Anies Rasyid Baswedan, Ph.D dan Abdul Muhaimin
Iskandar; Prabowo Subianto dan Gibran R; Ganjar Pranowo dan Prof. Mahfud. MD).
Selanjutnya akan ada 580 Anggota parlemen DPR RI, dan 152 Anggota DPD RI yang
akan bertanggung jawab atas kebijakan nasional dan hubungan internasional
sebagaimana data Hasil KPU dalam Laman portal KPU.go.id. Kepemimpinan nasional
yang kuat dan stabil sangat penting untuk menangani isu-isu penting seperti
ekonomi, keamanan, dan hubungan luar negeri.
Untuk itu, Partisipasi pemilih yang merupakan fondasi dari
demokrasi yang sehat penting diperhatikan. Semakin banyak pemilih yang
berpartisipasi dalam pemilihan umum secara otomatis semakin kuat legitimasi
pemerintahan yang terpilih. Partisipasi pemilih yang tinggi juga mencerminkan
tingkat kesadaran politik yang tinggi di kalangan masyarakat.
Etika memilih Pemimpin dalam konsepsi Ajaran Agama
Pemilihan pemimpin dalam kontestasi pemilihan umum adalah
momen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama, sebagai salah
satu pilar moral dan etika, memberikan pedoman yang berharga dalam proses
tersebut. Berbagai ajaran agama menekankan pentingnya memilih pemimpin yang
memiliki integritas, kompetensi, dan kemampuan untuk melayani masyarakat dengan
adil dan pastinya harus menjalankan agamanya dengan baik, karena semua agama
pasti mempunyai petunjuk bagaimana seorang pemimpin yang benar.
Salah satu pedoman utama dalam ajaran agama adalah
integritas. Pemimpin yang dipilih haruslah memiliki integritas yang tinggi,
jujur, dan dapat dipercaya.Hal ini sejalan dengan nilai-nilai kejujuran yang
diajarkan oleh berbagai agama. Tanpa integritas, pemimpin tidak dapat diandalkan
untuk memimpin dengan baik dan membawa kemajuan bagi masyarakat.
Selain itu, kompetensi juga menjadi pedoman penting dalam
memilih pemimpin menurut ajaran agama. Pemimpin yang dipilih haruslah memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang memadai dalam memimpin. Ajaran
agama mengajarkan bahwa pemimpin yang kompeten akan mampu mengambil keputusan
yang bijaksana dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya.
Lebih jauh lagi, ajaran agama juga menekankan pentingnya
pemimpin yang mampu melayani masyarakat dengan adil dan penuh kasih sayang.
Pemimpin yang dipilih haruslah peduli terhadap kebutuhan dan aspirasi
masyarakat, serta siap untuk bertindak demi kepentingan bersama. Hal ini
mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh agama-agama.
Pemimpin yang tidak boleh lepas dari ajaran agamanya akan
takut membuat kebijakan atau aturan aturan yang tidak benar, yang menzalimi
manusia dan bumi. Pemimpin tersebut akan tunduk pada aturan aturan Tuhan untuk
menjaga bumi ini dengan RidhoNya.
Pemimpin yang diajarkan dalam agama Islam dan itu pasti adanya ia
hanyalah khalifah fil ardhy (pemimpin dimuka bumi).
Dengan demikian, memilih pemimpin dalam kontestasi pemilu
juga seharusnya dilandasi oleh pedoman ajaran agama. Integritas, kompetensi,
dan kemampuan untuk melayani dengan adil menjadi kriteria utama dalam proses
tersebut. Dengan mematuhi pedoman ini, diharapkan masyarakat dapat memilih
pemimpin yang benar-benar dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa
dan negara.
Kaedah Islam “FAST” Dalam memilih Pemimpin
Dalam perspektif Islam, memilih pemimpin dalam kontestasi
pemilu mencakup prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai
moral Islam. Ada banyak kriteria memilih pemimpin dalam Islam yang secara
teoritis sejalan dengan pendekatan ketiga Bartels 2012 mengenai pilihan
Rasional. Bahwa secara rasional pemilih dalam konteks ajaran Islam seyogyanya
memberikan keputusan memilih pemimpin yang akan berkontestasi dalam pemilu
dengan melihat kriteria figur personal dengan cepat berdasarkan prinsip FAST.
F adalah singkatan dari konsep Fathonah, bahwa pemimpin
yang dipilih harus memiliki kualifikasi yang memadai dalam kepemimpinan,
integritas, pengetahuan, dan kemampuan untuk memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam tindakan mereka. A adalah singkatan dari prinsip
Amanah, bahwa Pemimpin yang dipilih harus berkomitmen untuk memimpin sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan mematuhi
hukum-hukum Allah SWT serta ajaran Nabi Muhammad SAW.
S merupakan singkatan dari (Shidiq) yang berarti Pemimpin
yang dipilih harus memiliki sikap jujur dan dapat berlaku adil terhadap semua
warga negara, tanpa memandang perbedaan agama, ras, suku, atau latar belakang
lainnya. Mereka harus bertindak dengan kebijaksanaan dan keadilan dalam
menjalankan tugas-tugas mereka. T merupakan singkatan dari Tablig yang berarti
bahwa Calon pemimpin haruslah transparan dalam tindakan dan keputusan mereka,
serta bersedia untuk dipertanggungjawabkan atas tindakan mereka kepada
masyarakat dan Allah SWT. Mereka harus membuka diri terhadap kritik dan
evaluasi publik atas kinerja mereka.
Selain itu, penting untuk melihat rekam jejak pemimpin
yang akan dipilih dengan pertimbangan pada apakah pemimpin yang dipilih telah
menjauhi segala bentuk suap, gratifikasi atau bahkan korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan. Mereka harus bertindak dengan integritas dan mengutamakan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Pada perspektif
ini, penting memilih pemimpin yang tidak menggunakan cara-cara yang tidak
dibenarkan dalam Islam seperti suap dan pemberian hadiah yang dapat
mempengaruhi keputusan dalam memilih pemimpin tersebut.
Ada banyak ceramah yang disampaikan oleh para pakar dalam
Islam yang menyebutkan bahwa sejatinya pemberian suap yang dilakukan oleh calon
pemimpin untuk mempengaruhi keputusan tidak berdosa akan tetapi dimasukkan
dalam Neraka mengutip Hadis Riwayat Thabrani dimana meriwayatkan bahwa
Rasulullah Muhammad SAWW telah bersabda “penyuap dan yang disuap dimasukkan
kedalam neraka.” Dengan demikian perbuatan calon pemimpin yang memberikan uang
dan bentuk materi lainnya yang diperuntukkan bagi mempengaruhi keputusan
pemilih untuk memilih pemimpin tersebut sejatinya merupakan perbuatan Haram.
Pelaku penyuap (calon pemimpin) dan pemilih yang menerima suap dimasukkan pula
ke neraka. Semoga kita tidak tergolong dan selalu menghindari perbuatan
tersebut.
Terakhir, sebelum memilih pemimpin, masyarakat Muslim
diajarkan untuk berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah SWT melalui shalat
istikharah agar Allah memberikan bimbingan dalam memilih pemimpin yang terbaik
bagi umat dan negara. Sejatinya dalam Islam, memilih pemimpin melalui
kontestasi Pemilu dipandang sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sosial yang
penting bagi setiap individu Muslim. Oleh karena itu, etika memilih pemimpin
dalam konteks Pemilu sangatlah penting untuk memastikan bahwa pemimpin yang
dipilih mampu memimpin dengan adil, bijaksana, dan sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.
#GP | *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar