KRITERIA MEMILIH PEMIMPIN DALAM KONTESTASI PEMILIHAN UMUM - Go Parlement | Portal Berita

Breaking

HUT PPWI KE 17

Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung Mengucapkan Selamat HUT ke 17 PPWI Puji Basuki, SP.MMA Nama lengkapnya Kadis Pendidikan Sijunjung

KRITERIA MEMILIH PEMIMPIN DALAM KONTESTASI PEMILIHAN UMUM

Jumat, Februari 02, 2024

 

 Oleh: Aguswanti L, SHI, MH

Ketua Dewan Pengawas Yayasan Al-Hamidiyah, Pekanbaru


GOPARLEMENT.COM- Pemilihan Umum sudah diambang pintu, tepatnya pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 dijadwalkan dilakukan secara serentak di seluruh Nusantara. Idealnya Pemilihan Umum-Baca Pemilu adalah menciptakan pemerintahan yang mewakili kehendak rakyat dengan diberikannya hak suara kepada seluruh warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih para pemimpin baik pada konteks kepemimpinan di daerah maupun pada tingkat nasional. Dengan demikian, Pemilu diharapkan untuk memastikan bahwa kekuasaaan politik tetap berada di tangan rakyat.

 

Pemilih penentu corak kepemimpinan lokal dan nasional

Diskurus mengenai pemilih tidak dapat dilepaskan dari prilaku pemilih dalam memberikan pilihan pada saat Pemilu dilaksanakan. Setidaknya ada tiga model pendekatan yang dikenali dalam literatur yang menjadi basis dalam membaca perilaku pemilih sebagaimana Studi Bartels pada tahun 2012 dalam konteks politik Amerika Serikat. Pertama: The Columbia Study dimana Pendekatan ini menekankan pentingnya faktor sosial dan ekonomi dalam membentuk preferensi politik individu. Menurut Bartels, preferensi politik cenderung terkait erat dengan status sosial dan ekonomi seseorang. Misalnya, individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung memiliki preferensi politik yang berbeda dari individu dengan status yang lebih rendah. Kedua: The Michigan Model, adalah Pendekatan yang menyoroti peran psikologis dalam membentuk preferensi politik individu. Bartels menyatakan bahwa faktor-faktor seperti identifikasi partai dan sikap terhadap kandidat lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis daripada faktor-faktor ekonomi atau social. Ketiga: Rational Choice, yaitu pemilih dianggap sebagai "manusia ekonomi" yang memilih kandidat atau partai berdasarkan pertimbangan rasional yang didasarkan pada kepentingan pribadi dan persepsi tentang manfaat yang diharapkan dari pilihan mereka. Sederhananya ketiga pendekatan tersebut lebih dikenal dengan istilah sosiologis, psikologis dan pilihan rasional.

 

Prilaku pemilih ini penting untuk mendeteksi pendekatan apa yang digunakan oleh pemilih dalam menentukan pilihan. Sebab sejatinya, Pemilih memiliki peran penting dalam menentukan arah kepemimpinan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Mereka menggunakan hak suara mereka untuk memilih kandidat yang mereka percayai akan mewakili kepentingan dan nilai-nilai mereka secara efektif. Pilihan pemilih ini secara langsung mempengaruhi siapa yang akan memegang kekuasaan dan bagaimana kebijakan akan dirumuskan dan dilaksanakan.

 

Selanjutnya, ada sejumlah faktor yang turut mempengaruhi pilihan pemilih dalam pemilu. Faktor-faktor ini meliputi ideologi politik, isu-isu krusial saat ini, karakteristik kandidat, dan pengalaman masa lalu. Ideologi politik memainkan peran penting dalam menentukan pilihan pemilih, dengan beberapa pemilih cenderung memilih berdasarkan kebijakan dan platform partai politik tertentu. Isu-isu krusial saat ini, seperti ekonomi, lingkungan, atau keamanan, juga dapat mempengaruhi pemilih untuk memilih kandidat yang menjanjikan solusi atas isu-isu tersebut.

 

Menjadi fokus perhatian adalah hasil pilihan pemilih pada pemilu akan memiliki dampak langsung pada tingkat kepemimpinan lokal. Di tingkat lokal misalnya pemilih akan memilih kepala daerah, Anggota dewan Kab/Kota, dan pejabat lainnya yang bertanggung jawab atas pelayanan masyarakat sehari-hari. Bahwa kepemimpinan lokal yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat sangat penting untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang baik di tingkat lokal.

 

Demikian halnya pada tingkat kepemimpinan nasional, dimana pemilih akan memilih presiden, yang pada pemilu 2024 akan diikuti oleh 3 pasangan yaitu (Pasangan Anies Rasyid Baswedan, Ph.D dan Abdul Muhaimin Iskandar; Prabowo Subianto dan Gibran R; Ganjar Pranowo dan Prof. Mahfud. MD). Selanjutnya akan ada 580 Anggota parlemen DPR RI, dan 152 Anggota DPD RI yang akan bertanggung jawab atas kebijakan nasional dan hubungan internasional sebagaimana data Hasil KPU dalam Laman portal KPU.go.id. Kepemimpinan nasional yang kuat dan stabil sangat penting untuk menangani isu-isu penting seperti ekonomi, keamanan, dan hubungan luar negeri.

 

Untuk itu, Partisipasi pemilih yang merupakan fondasi dari demokrasi yang sehat penting diperhatikan. Semakin banyak pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan umum secara otomatis semakin kuat legitimasi pemerintahan yang terpilih. Partisipasi pemilih yang tinggi juga mencerminkan tingkat kesadaran politik yang tinggi di kalangan masyarakat.

 

Etika memilih Pemimpin dalam konsepsi Ajaran Agama

Pemilihan pemimpin dalam kontestasi pemilihan umum adalah momen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama, sebagai salah satu pilar moral dan etika, memberikan pedoman yang berharga dalam proses tersebut. Berbagai ajaran agama menekankan pentingnya memilih pemimpin yang memiliki integritas, kompetensi, dan kemampuan untuk melayani masyarakat dengan adil dan pastinya harus menjalankan agamanya dengan baik, karena semua agama pasti mempunyai petunjuk bagaimana seorang pemimpin yang benar.

 

Salah satu pedoman utama dalam ajaran agama adalah integritas. Pemimpin yang dipilih haruslah memiliki integritas yang tinggi, jujur, dan dapat dipercaya.Hal ini sejalan dengan nilai-nilai kejujuran yang diajarkan oleh berbagai agama. Tanpa integritas, pemimpin tidak dapat diandalkan untuk memimpin dengan baik dan membawa kemajuan bagi masyarakat.

 

Selain itu, kompetensi juga menjadi pedoman penting dalam memilih pemimpin menurut ajaran agama. Pemimpin yang dipilih haruslah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang memadai dalam memimpin. Ajaran agama mengajarkan bahwa pemimpin yang kompeten akan mampu mengambil keputusan yang bijaksana dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya.

 

Lebih jauh lagi, ajaran agama juga menekankan pentingnya pemimpin yang mampu melayani masyarakat dengan adil dan penuh kasih sayang. Pemimpin yang dipilih haruslah peduli terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat, serta siap untuk bertindak demi kepentingan bersama. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan oleh agama-agama.

 

Pemimpin yang tidak boleh lepas dari ajaran agamanya akan takut membuat kebijakan atau aturan aturan yang tidak benar, yang menzalimi manusia dan bumi. Pemimpin tersebut akan tunduk pada aturan aturan Tuhan untuk menjaga bumi ini dengan RidhoNya.  Pemimpin yang diajarkan dalam agama Islam dan itu pasti adanya ia hanyalah khalifah fil ardhy (pemimpin dimuka bumi).

 

Dengan demikian, memilih pemimpin dalam kontestasi pemilu juga seharusnya dilandasi oleh pedoman ajaran agama. Integritas, kompetensi, dan kemampuan untuk melayani dengan adil menjadi kriteria utama dalam proses tersebut. Dengan mematuhi pedoman ini, diharapkan masyarakat dapat memilih pemimpin yang benar-benar dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara.

 

 

Kaedah Islam “FAST” Dalam memilih Pemimpin

Dalam perspektif Islam, memilih pemimpin dalam kontestasi pemilu mencakup prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai moral Islam. Ada banyak kriteria memilih pemimpin dalam Islam yang secara teoritis sejalan dengan pendekatan ketiga Bartels 2012 mengenai pilihan Rasional. Bahwa secara rasional pemilih dalam konteks ajaran Islam seyogyanya memberikan keputusan memilih pemimpin yang akan berkontestasi dalam pemilu dengan melihat kriteria figur personal dengan cepat berdasarkan prinsip FAST.

 

F adalah singkatan dari konsep Fathonah, bahwa pemimpin yang dipilih harus memiliki kualifikasi yang memadai dalam kepemimpinan, integritas, pengetahuan, dan kemampuan untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam tindakan mereka. A adalah singkatan dari prinsip Amanah, bahwa Pemimpin yang dipilih harus berkomitmen untuk memimpin sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan mematuhi hukum-hukum Allah SWT serta ajaran Nabi Muhammad SAW.

 

S merupakan singkatan dari (Shidiq) yang berarti Pemimpin yang dipilih harus memiliki sikap jujur dan dapat berlaku adil terhadap semua warga negara, tanpa memandang perbedaan agama, ras, suku, atau latar belakang lainnya. Mereka harus bertindak dengan kebijaksanaan dan keadilan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. T merupakan singkatan dari Tablig yang berarti bahwa Calon pemimpin haruslah transparan dalam tindakan dan keputusan mereka, serta bersedia untuk dipertanggungjawabkan atas tindakan mereka kepada masyarakat dan Allah SWT. Mereka harus membuka diri terhadap kritik dan evaluasi publik atas kinerja mereka.

 

Selain itu, penting untuk melihat rekam jejak pemimpin yang akan dipilih dengan pertimbangan pada apakah pemimpin yang dipilih telah menjauhi segala bentuk suap, gratifikasi atau bahkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka harus bertindak dengan integritas dan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Pada perspektif ini, penting memilih pemimpin yang tidak menggunakan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam Islam seperti suap dan pemberian hadiah yang dapat mempengaruhi keputusan dalam memilih pemimpin tersebut. 

 

Ada banyak ceramah yang disampaikan oleh para pakar dalam Islam yang menyebutkan bahwa sejatinya pemberian suap yang dilakukan oleh calon pemimpin untuk mempengaruhi keputusan tidak berdosa akan tetapi dimasukkan dalam Neraka mengutip Hadis Riwayat Thabrani dimana meriwayatkan bahwa Rasulullah Muhammad SAWW telah bersabda “penyuap dan yang disuap dimasukkan kedalam neraka.” Dengan demikian perbuatan calon pemimpin yang memberikan uang dan bentuk materi lainnya yang diperuntukkan bagi mempengaruhi keputusan pemilih untuk memilih pemimpin tersebut sejatinya merupakan perbuatan Haram. Pelaku penyuap (calon pemimpin) dan pemilih yang menerima suap dimasukkan pula ke neraka. Semoga kita tidak tergolong dan selalu menghindari perbuatan tersebut.

 

Terakhir, sebelum memilih pemimpin, masyarakat Muslim diajarkan untuk berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah SWT melalui shalat istikharah agar Allah memberikan bimbingan dalam memilih pemimpin yang terbaik bagi umat dan negara. Sejatinya dalam Islam, memilih pemimpin melalui kontestasi Pemilu dipandang sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sosial yang penting bagi setiap individu Muslim. Oleh karena itu, etika memilih pemimpin dalam konteks Pemilu sangatlah penting untuk memastikan bahwa pemimpin yang dipilih mampu memimpin dengan adil, bijaksana, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.


#GP | *

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKLAN ADVERTNATIVE

Pages

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS