Sijunjung (SUMBAR).GP- Malam semakin larut. Orang-orang yang berbelanja di kedai Saka itu semakin sepi. Datuk Pincu, Saka, dan Pangulu yang sudah berumur tujuh puluh tahunan nampaknya masih belum mengantuk. Begitu juga Datuk Kariman yang sudah mendekati enam puluh masih segar , meskipun badannya kelihatan semakin kurus.
Tiba-tiba Pangulu bertanya kepada Datuk Kariman, "Tuk, nampaknya badanmu semakin lama semakin kurus. Apa yang terjadi dengan Datuk? Datuk Kariman menjawab, "Aku merasa sedikit demam. Selera makan menurun. Ke bidan Ade sudah pernah berobat. Ketempat bidan Yanti juga sudah. Ke dokter Men sudah dua kali. Namun demam yang sedikit itu tak kunjung sembuh".
"Kalau begitu berarti tidak cocok dengan pengobatan moderen. Bagusnya Datuk Kariman ke dukun kampung lagi. Mungkin bisa disembuhkan dengan obat tradisional", demikian Pangulu memberi saran.
"Oh, tidak. Tidak mungkin. Aku tidak mau lagi berurusan dengan dukun", sanggah Kariman dengan tegas.
"Coba dengar cerita saya Ngulu. Sekitar tiga tahun yang lalu aku pernah kehilangan seekor kambing. Kambing jantan itu sudah besar. Cocok untuk akikah. Harganya pastilah mahal. Sudah kucari kesana kemari namun tidak bersua. Panik aku".
"Atas saran seorang teman aku temuilah seorang dukun yang sangat disegani. Dukun itu punya sebuah gasing tangkurak. Orang sekitar memanggilnya Angku. Angku itu menyuruhku datang besoknya sehabis maghrib dengan membawa bermacam ragam ramuan.
Esoknya setelah sholat Maghrib, aku bergegas ke rumah Angku. Tanpa menukar kain sarung terlebih dahulu aku bawa ramuan daun-daun itu. Hatiku penuh harap Angku itu bisa menemukan kambing yang hilang itu kembali.
Sesampainya di rumah dukun gasing tangkurak itu aku serahkan ramuan-ramuan yang kubawa tadi kepadanya. Dukun itu meracitnya dengan pisau ke dalam sebuah piring putih yang berisi air mentah. Suasana agak gelap. Hanya ada sebuah lampu togok-minyak tanah menerangi.
"Bagaimana Man? Bisakah saya mulai mencari kambingmu itu? Syaratnya lampu harus dimatikan. Dan kamu tidak boleh banyak tanya ", perintah Dukun Gasiang itu. Lalu dia mengeluarkan gasing tangkurak itu dari dalam kantong kain hitam. Tampaklah benda keramat itu berwarna putih kepirangan. Ada tali putih konon kabarnya talinya itu dari kain kapan. Ngeri!!!.
Lampu togok-minyak tanah itu dimatikan oleh dukun sakti itu . Tak lama kemudian terdengarlah bunyi gasiang itu perlahan. Makin lama makin kencang. Dan bunyinya makin keras. Uuut...uuut...uuut... bunyinya makin keras, makin keras dan makin keras. Menegangkan!
Hup!!! Gasing tangkurak itu putus. Hup ! Gasing itu menggelinding dan masuk ke dalam kain sarungku. Aku raba dan ternyata benar. Hasil rabaanku cocok dengan benda yang kulihat sebelum lampu mati tadi. Hari gelap. Lampu masih padam. Terdengar dukun Gasing Tangkurak itu meraba-raba mencari gasingnya yang putus itu. Aku hanya diam. Lalu aku sebunyikan gasing pada lipatan kain sarungku.
Setelah agak lama Angku meraba-raba tikar daun pandan tempat aku dan dia duduk, gasing yang dia cari itu pun masih belum ditemukan. Dia menghidupkan lampu dengan korek api. Terdengar dia menghela napas panjang. Tanda dia mengeluh. Mungkin mengeluh karena gasingnya putus dan hilang.
Setelah ruang rumah itu terang aku beranikan diri untuk bertanya. "Mana gasing tadi Ngku?". Lansung Angku menjawab. "Dia pergi mencari kambingmu itu ".
Aku tahu dia berdusta. Gasingnya itu aku sembunyikan di dalam lipatan kain sarung yang melilit pinggangku. Dia bilang gasing itu pergi mencari kambingku. "Pangulu! Semenjak peristiwa gasing tangkurak itu aku tidak mau lagi berobat ke dukun ".
Kini Datuk Pincu sudah wafat, Pangulu sudah meninggal dunia, Saka dan istrinya telah mati dan Datuk Kariman pun telah menyusul ke alam Barzakh. Kedai Saka dulu sudah berubah menjadi " Toko Serba Rp 35.000,- Tinggallah aku sendiri yang menulis kisah yang terjadi sekitar 20 tahun yang lalu. Dan akupun sudah pensiun dari PNS sejak enam bulan yang silam.
Habiiis....!
#GP | Sijunjung | 17 April 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar