Sijunjung (SUMBAR).GP- Di Pal X, Jorong Bukit Gombak, Nagari Padang Laweh, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 90-an ada sebuah kedai tak bermerek. Kedai sederhana berdinding papan itu menjual barang-barang kebutuhan pokok.
Penduduk sekitar menyebutlnya "Kedai Saka". Saka adalah panggilan akrab yang pemilik kedai yang nama lengkapnya Sakaruddin. Di situ juga dijual minuman-minuman ringan. Seperti teh manis, kopi, kopi susu, teh telor dan lainnya.
Hampir setiap malam Datuk Pincu, Pangulu, Datuk Kariman dan Saka, Si Tuan rumah berkumpul bersama, bercerita tentang apa saja sampai larut malam. Di depan mereka terhidang kopi kental dan rokok dengan merek yang berbeda-beda. Seiring dengan gumpalan asap rokok yang membubung ke udara mereka saling berbagi cerita. Sebentar-sebentar mereka tertawa terbahak-bahak.
Suatu ketika aku mampir di kedai itu. Lansung bergabung dengan mereka. "Ada pengalaman yang menarik Guru?", tanya Datuk Kariman. "Bagikanlah kepada kami", tambahnya lagi.
"Aku pernah menjual kain sarung. Waktu itu bulan puasa. Aku beli kain sarung itu lansung ke pabriknya di Silungkang. Tentu harganya lebih murah karena lansung ke pabrik. Kemudian aku jajakan ke surau-surau tempat jemaahnya ibu-ibu sholat 40 hari. Entah kenapa, aku tidak tahu. Hanya sedikit saja yang laku".
Kemudian muncul ideku hendak menjual kain sarung itu ke pasar. Pastilah banyak orang yang akan membeli karena sebentar lagi mau raya Idul Fitri. Dan semua orang memakai kain sarung waktu sholat idul fitri", pikir ku.
"Besok pagi adalah hari Jumat. Hari pasar di Taratak Baru. Ada sepupuku menambang penumpang pulang pergi ke Pasar dengan mobil bak L 300. Dan aku bisa gratis ongkos mobil. Besok pastilah pasar sangat ramai karena pasar terakhir menjelang hari Raya. Dan kain sarungku akan terjual habis", begitulah yang ada dalam anganku.
"Setelah aku bentangkan kain sarung itu dengan susunan yang menarik, aku sangat senang dan bahagia. Karena pasar itu semakin lama semakin ramai pengunjungnya". Di depanku seorang penjual cabe kewalahan melayani pelanggan. Terlihat tangannya sangat lincah membungkus cabe itu dengan kertas koran bekas. Uang berserakan di depannya. Semakin lama onggokan uangnya semakin tinggi. Dan onggokan cabenya semakin kecil. Akhirnya cabe itu habis terjual. Tampak penjual cabe itu sedikit lelah tapi wajahnya tersenyum bahagia "9
"Ku perhatikan sekeliling. Semua pedagang ada pembelinya. Tempe, tahu dan telur di sebelah kiriku tinggal hanya beberapa biji saja. Aku, hanya duduk dan berdiri. Sesekali menawarkan kain sarung itu kepada orang yang lewat di depan. Tidak ada yang membeli. Paginya ada yang bertanya harga sehelai kain sarung. Lalu aku jawab sepuluh ribu rupiah. Calon pembeli itu hanya bertanya lalu pergi. Hari mendekati sore. Bukan main sedih, malu dan kecewanya hati. Karena tidak sehelai benangpun kain sarung itu laku terjual. Mungkin tidak ada di dunia ini orang merasakan kekecewaan sepedih itu".
Bersambung...... !
#GP | Sijunjung | 15 April 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar