Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sijunjung /Caleg DPRD Provinsi Sumbar.
Sijunjung (SUMBAR).GP- Setiap orang punya barang sesuatu yang paling disukainya. Mungkin kendaraan, mobil, motor, kuda atau yang lainnya. Mungkin perhiasan, jam tangan, kalung, cincin atau gelang. Mungkin juga usaha, berupa toko, hewan ternak atau sawah ladang.
Adalah wajar dan manusiawi, jika kita mencintai barang barang itu. Terlebih bila kita punya kenangan manis bersamanya. Ada memori emosional yang kuat, yang orang lain tidak dapat merasakan hal yang sama. Alangkah khawatir kita, jika barang tersebut rusak atau hilang.
Tetapi Islam mengajarkan bahwa menyukai atau mencintai barang itu, tidak membuat kita lalai terhadap perkara yang lebih hakiki. Bahkan lebih utama apabila kita menginfakkan barang tersebut untuk kepentingan umat.
Firman Allah Subhana wata'ala dalam surat Ali Imran ayat 92:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."
Kalo mau sampai pada puncak kebaikan, infakkanlah harta yang kita cintai. Apa yang paling kita cintai di antara barang yang kita miliki, tentu kita yang paling tahu. Dia bisa berupa makanan, pakaian, kendaraan, perhiasaan dan sebagainya. Abdullah bin Umar salah seorang sahabat Nabi yang utama, demi mengamalkan ayat ini, sampai membiasakan diri berinfak dengan gula, karena beliau zangat menyukai gula.
Salman Al Farisi sahabat Nabi yang lain, termasuk contoh yang baik dalam berinfak. Pekerjaannya adalah membuat anyaman, dengan modal 1 dirham, kemudian dijual seharga 3 dirham. Hasil 3 dirham dibagi tiga, 1 dirham untuk kebutuhan keluarga, 1 dirham untuk infak, 1 dirham untuk modal usaha kembali. Sungguh pola pengelolaan keuangan yang menarik dan layak dicontoh.
Tidak heran Salman punya kebiasaan seperti itu, sebab sedangkan apa yang paling dicintainya bersedia dia berikan kepada orang lain.
Jauh hari sebelum itu, saat masih bujang Salman jatuh cinta pada salah satu gadis Madinah. Dia bertekad meminangnya. Karena bukan orang asli Madinah, Salman merasa butuh pendamping orang setempat. Maka diajaklah Abu Darda sebagai pendamping.
Mereka berdua berangkatlah ke rumah sang gadis. Ketika lamaran disampaikan, orang tuanya menyerahkan jawaban kepada putrinya itu. Dan jawaban sungguh di luar dugaan.
Sang Ibu menjadi juru bicara anaknya menyampaikan:
"Maafkan kami atas keterusterangan ini. Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Sungguh bercampur baur rasa hati Salman mendengar jawaban itu. Tak pernah terlintas di hatinya situasi akan begini. Tapi sebagai seorang Mukmin sejati, maka dia cepat memberikan respon:
"Allahuakbar! seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang telah kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda,’ dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
Betapa indah kebesaran jiwa Salman. Mau memberikan kesempatan kepada saudaranya, bahkan mengorbankan apa yang sudah dia siapkan untuk pernikahan.
Kisah cinta kita tidak mesti seromantis dan seheroik itu ;) Tapi mari kita bangun kebiasaan menginfakkan harta yang kita cintai, dengan meneladani Nabi dan para sahabatnya. Terutama di bulan Ramadhan, dimana kita memang dilatih untuk menahan dan berbagi.
#GP | Sijunjung | 26 Maret 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar