Hal ini disampaikan oleh Tir panggilan kesayangannya kepada jemaah Masjid Istiqomah, Jorong Koto Tuo, Nagari Tanjung, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat, Minggu, 26/3.
Lebih lanjut Tir memaparkan bahwa selama 11 bulan kita telah menyibukkan diri dengan urusan dunia. Sekarang tibalah masanya kita untuk menyibukkan diri dengan urusan akhirat. Di bulan Ramadhan inilah saatnya kita melipat gandakan amal ibadah kita untuk menebus dosa-dosa yang berlalu.
Setelah selesai ceramah, acara dilanjutkan dengan sholat sunnah tarawih dan witir. Di akhir pertemuan Ustadz Tir menceritakan pengalamannya selama 11 tahun di Mentawai.
"Saya mengajar di sebuah SD di pulau Spora. Di sana penduduk nya sudah agak maju. Kalau di pulau Siberut di bagian pedalamannya, ya masih dipertahankan cara berpakaian adat Kabid oleh pemangku adat, Sicere. Kabid adalah pakaian yang sangat sakral oleh penduduk setempat", tutur Fir bersemangat.
"Untuk menuju pusat Kecamatan, di Sioban kita harus naik speedboat. Di tengah pelayaran saya pernah dihantam badai. Perahu kami oleng dan tehempas ke kanan dan ke kiri. Untung saya bisa bergayut dengan sebuah jerigen. Alhamdulillah selamat.
Tahun 2015 sudah ada jalan darat yang bisa ditempuh dengan sepeda motor. Sayangnya kita harus menunggu terjadinya pasang surut. Dari tahun 2017 sampai sekarang sudah ada jalan darat yang agak bagus dan sudah ditinggikan dengan batu kerikil", cerita Tir yang sekarang sudah pindah tugas ke Kabupaten Sijunjung.
"Pada bulan Oktober 2010 terjadi Tsunami di Desa Bosua, tempat saya tinggal. Separoh Desa itu hancur rata dengan tanah. Waktu itu sering terjadi gempa. Jika terjadi gempa bumi di malam hari kami lari mengungsi ke Gunung Huntara. Di situ ada Posko Survive yang didirikan oleh relawan Australia", tambah Tir mengenang masa lalunya.
# GP | Bur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar