Hal itu disampaikan oleh Syam panggilan akrabnya kepada media ini di kantornya di Muaro Sijunjung, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat, Selasa, 10/1.
Lebih lanjut Syam menerangkan UPTD PPA ini berdiri pada tahun 2020 berdasarkan SK Bupati Sijunjung no. 56 tahun 2020. Saat ini ada 6 personal yang bekerja di kantor ini terdiri dari tiga orang PNS dan tiga orang non PNS.
"Setiap hari kami siap menerima laporan, memproses dan memediasi masalah pelanggaran hak anak dan perempuan oleh guru, orang tua, teman sebaya, kakak kelas atau siapa saja yang terjadi di Kabupaten Sijunjung ini", ungkap Syam yang lulusan sarjana hukum UMMY Solok ini.
"Apa contohnya pelanggaran hak anak di sekolah? ", tanya awak media ini. "Ada sekolah yang guru-guru dan kepala sekolahnya bersikukuh untuk meninggal kelaskan anak. Alasannya antara lain, nilai yang tidak mencapai KKM, tugas-tugas tidak lengkap, ketidakhadirannya yang sudah melampaui batas dan sudah sering mebuat kasus.
Pertanyaan saya apakah dengan ditinggalkelaskan mereka akan mengulang? Atau mereka akan berhenti dan menjadi anak putus sekolah? Kalau mereka putus sekolah berarti kita menentang kebijakan pemerintah daerah yang menggalakkan program wajib belajar", jawab Syam pemuda Sumpur Kudus kelahiran tahun 1983 ini.
"Kalau ada masalah akan lahir dua poin. Pertama kekawatiran dan yang yang kedua adalah harapan. Marilah kita membangun harapan dan menghapus kekawatiran", sentil Syam mengakhri jumpanya dengan awak media ini.
#GP | Bur | Herman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar