Sungai Batang Kuantan dan Perjuangan Seorang Guru Sukarela - Go Parlement | Portal Berita

Breaking

HUT PPWI KE 17

Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung Mengucapkan Selamat HUT ke 17 PPWI Puji Basuki, SP.MMA Nama lengkapnya Kadis Pendidikan Sijunjung

Sungai Batang Kuantan dan Perjuangan Seorang Guru Sukarela

Sabtu, November 26, 2022


Oleh: Burhanuddin, S.Pd.Ing,MM


Sijunjung (SUMBAR).GP-  Sungai Batang Kuantan adalah perpaduan 3 sungai besar di Kabupaten Sijunjung. Yaitu Sungai Batang Palangki, Sungai Batang Sinamar dan Sungai Batang Ombilin. 


Ia mengalir dari Nagari Muaro Sijunjung, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat  ke Selat Malaka di Provinsi Riau. Sungai itu bergerak dari hulu ke hilir menempuh jarak 500 km (wikipedia).


Dulunya  dijadikan lalulintas, seperti yang pernah dialami oleh Muhammad Nasir (82) yang pernah menjadi guru PGA 3 TAHUN di Parantian Laweh, Teluk Kuantan, Provinsi  Riau. 


Nasir berkata, "Pada tahun  1966 saya mau pergi ke Parantian Laweh, Teluk Kuantan, Provinsi Riau. Di situ saya mengajar di PGA 3 Tahun", kata Nasir dengan lancar. 


"Hari itu, Kamis sekitar jam 7pagi saya bersama 6 orang lainnya naik perahu kecil di Tapian Kudo. Sebuah dermaga kecil di Padang Laweh, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung. Kami menghilir di sungai Batang Ombilin sampai ke Muaro Sijunjung", aku Nasir.


"Sesampainya di Muaro Sijunjung, tepatnya di Dermaga Sungai Bayu kami pindah ke perahu besar, kapal Tongkang namanya. Di dalam Tongkang itu berkumpul para pedagang yang  membawa barang dagangan antara lain: beras, sirih, gula, minyak goreng, sabun, pakaian, dan lain-lain. Kapal bertolak jam 4 sore menuju Durian Gadang", kata Nasir.


Nasir melanjutkan, "dari Muaro Sijunjung ke Lubuk Jambi ada 4 tempat yang sangat berbahaya jika  dilalui oleh Kapal Tongkang. Pertama di Muko-muko tidak terlalu jauh dari Ngalau Cigak. Kedua di Palukahan lokasinya antara Silokek  dan Durian Gadang. Yang ketiga adalah Tapuih terletak di Jorong Silukah. Dan yang ke empat adalah KaresanTinggi di hilir Tapuih", ungkapnya. 


"Ketika sampai di daerah berbahaya itu semua barang yang ada di dalam kapal dipindahkan ke darat. Pemindahan barang muatan kapal  itu dilakukan oleh 7 orang awak kapal yang umumnya berasal dari Nagari Silokek. 


 Setelah kapal Tongkang itu kosong barulah ia dilewatkan melalui ombak yang sangat berbahaya itu. Ini adalah pekerjaan orang-orang Silokek yang terkenal tangkas dan berani", Nasir menuturkan.


"Kami menginap semalam di Durian Gadang. Pagi Jumat pelayaran dilanjutkan. Kapal yang panjangnya 20 meter dan lebar 3 meter itu dilengkapi dengan dapur. Di bagian tengah kapal itu diatapi dengan tikar daun pandan. Sungguh sangat klasik penampilannya", ungkap Nasir .


"Pagi Jumat sekitar jam 07.00 kami melanjutkan pelayaran menelusuri Sungai Batang Kuantan menuju Lubuk Jambi. 30 menit kemudian sampailah kami di tempat yang menakutkan dan berbahaya. "Tapuih". Berombak besar, berbatu-batu. Semua penumpang turun. Tujuh orang awak kapal bekerja keras.  Menambatkan kapal, menurunkan barang dan menimba air yang masuk ke dalam kapal. Setelah kosong kapal dipapah melewati ombak besar dan batu-batuan. Setelah selesai  barang-barang yang diturunkan tadi dinaikan kembali. Kami siap melaju lagi", Nasir bercerita. 


"Perjalanan dilanjutkan. Kini kapal melewati  Nagari Pintu  Batu di sebelah kanan dan Nagari Padang Tarok sebelah kiri. Air tenang dan tidak ada rintangan. Tujuh awak Kapal Tongkang itu kini bisa agak santai menikmati perjalanan. Bunyi Siamang dan Ungka bersahut-sahutan di dalam rimba belantara di kiri kanan sungai Batang Kuantan. Kadang-kadang bunyi burung Kuau dan burung barau-barau  bergantian menggema dalam kesepian", tambah Nasir bagaikan berpuisi.


"Setelah 1 jam perjalanan santai, tibalah Tongkang kini di tempat yang jauh lebih berbahaya daripada Tapuih. "Kerasan Tinggi". Konon di tempat ini sering terjadi kecelakaan. Bahkan sering merenggut nyawa. Ketujuh awak kapal tadi terjun dengan tangkas. Berkelebat membereskan kapal seperti yang mereka lakukan di Tapuih", Nasir menerangkan. 


"Dari Karesan Tinggi sampai ke Lubuk Jambi perjalanan sudah agak aman. Tidak ada lagi muat bongkar barang yang melelahkan. Hanya saja agak jauh.  Kampung-kampung atau Nagari-Nagari yang dilalui yaitu Kombu dan Lubuk Macang. Setelah melalui perjalanan lebih dari 3 jam akhirnya kami sampai di Lubuk Jambi. Di sinilah berakhirnya perjalanan kami dengan kapal Tongkang ", cerita  Nasir.


Dengan bersemangat Nasir melanjutkan kisah perjalanannya. "Di Lubuk Jambi, saya membeli sebuah perahu kecil dengan harga Rp 300,-. 


 Pada waktu itu adalah tahun 1966. Saya lupa tanggal  dan bulannya.  Uang kertas Rp 100,- waktu itu berwarna merah. Ada gambar orang yang sedang menyadap karet. Perahu kecil itulah yang saya pakai untuk berdayung sampan menuju Teluk Kuantan dan terus ke Basra. Setelah sampai di Basra perahu kecil tadi saya jual kembali dengan harga Rp 300,- pula", cerita Nasir.


"Dari Basra saya meneruskan perjalanan menuju Pangian . Perjalanan darat. Batang Kuantan sudah saya tinggalkan. Sesampainya di Pangian berbelok ke kiri. Ada di situ Nagari Parantian Laweh, di sinilah letaknya  sekolah PGA 3 TAHUN. Di sinilah saya mengajar selama 1 tahun", ungkap Nasir.


Dengan semangat yang meletup-letup Nasir berusaha keras mengumpulkan tenaga untuk mengingat peristiwa-peristiwa masa lalu yang telah terkubur selama lebih dari 60 tahun dalam memorinya. 


"Saya mengajar di PGA 3 TAHUN itu secara sukarela. Untungnya ada beberapa wali murid mengumpulkan beras untuk kami para guru sukarela. Sebagai tambahan saya diberi sebidang kebun karet yang menghasilkan 10 kg seminggu. Disamping itu saya juga menjahit pakaian di waktu senggang. Begitulah saya sempat menjalaninya selama 1 tahun ", sambung Nasir.


"Pulang kampung saya tidak lagi menelusuri Sungai Batang Kuantan. Tetapi lewat jalan darat. Dari Lubuk Jambi ke Kiliran Jao itu jaraknya kurang lebih 43 km. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki. Berangkat pagi sampai waktu maghrib", demikian cerita Nasir mengakhirinya. 

Kuantan dulunya adalah urat    nadi perhubungan yang mendukung perkembangan ekonomi, sosial dan budaya. 


2. Melalui cerita Muhammad Nasir dan Badar terbukti bahwa orang Silokek dan Durian Gadang adalah orang pemberani dan pekerja keras. 


3. Sebelum tahun dua ribuan sungai Batang Kuantan airnya jernih dan bening sehinggga cocok untuk mandi dan berenang. Dan waktu itu sungai Batang Kuantan juga penghasil ikan.


4. Ulah penambang liar air sungai Batang Kuantan sekarang sudah rusak dan tercemar. Sehingga saat ini tidak cocok lagi untuk mandi dan berenang. Dan populasi ikan terus berkurang. 


B. Saran

Hendaknya ada usaha bersama antara masyarakat dan pemerintah untuk menghentikan  pencemaran air sungai Batang Kuantan. Sehingga airnya bersih dan bening kembali yang pada gilirannya bisa dipakai untuk mandi dan berenang kembali.


#GP | Sijunjung | 26 November 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HASIL PEMILU

Pages

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS