Padang Panjang(GP)- Permintaan komoditas energi yang meningkat, seiring dengan tingginya konsumsi publik dan sektor industri saat ini, dihadapkan pada kenyataan pahit tentang fluktuasi harga BBM di pasar internasional.
Indonesia adalah "oil net importing country" sejak tahun 2002.
Rantai pasok BBM dan komoditas pangan sejak lebih dari dua tahun terakhir ini terdampak berat oleh Pandemi Covid-19 dan belum menunjukkan tanda-tanda kepulihan sepenuhnya, yang diperparah pula oleh perang Rusia - Ukraina, yang pecah pada 24 Februari 2022.
Akibatnya, harga-harga komoditas meroket secara signifikan, termasuk BBM, gas, dan pupuk, yang untuk pasar Uni Eropa sangat ditentukan oleh pasokan dari Rusia dan Ukraina.
Uni Eropa, AS, China, Jepang, Korea Selatan, dan ASEAN adalah "engines of economic growth" dunia. Ketimpangan di salah-satu pusat pertumbuhan dunia tersebut, tentu akan berpengaruh kepada seluruh kawasan dan negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Pada tataran nasional, fenomena global tersebut juga mempengaruhi postur dan membebani APBN TA 2022, yang telah menyisihkan dana Rp. 502 T untuk keperluan subsidi dan kompensasi bagi BBM, gas, dan listrik.
Jika pemerintah mempertahankan harga BBM dan gas bersubsidi seperti saat ini, yang jauh berada di bawah harga keekonomiannya, maka pada TA 2023 yang akan datang, pemerintah diharuskan untuk "top-up" Rp. 198 T, sehingga total subsidi dan kompensasi akan mencapai Rp. 700 T.
Pada APBN Tahun Anggaran 2022, pemerintah masih diharuskan menyisihkan dana untuk Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp. 695,2 T, belum lagi dana untuk terus memitigasi Pandemi Covid-19. Hal yang sama juga akan dilakukan oleh pemerintah untuk Tahun Anggaran 2023.
Tidak mengherankan dalam beberapa minggu ini, pemerintah dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit, yaitu apakah tetap mempertahankan harga BBM dan gas bersubsidi, dengan kemungkinan terburuk APBN sebagai instrumen penggerak pertumbuhan ekonomi kehilangan fungsi dan daya dorongnya, atau menaikkan harga komoditas tersebut, yang diimbangi dengan penaikan BLT/Bansos bagi masyarakat yang membutuhkan, agar konsumsi domestik dan inflasi tetap terjaga.
Berdasarkan "common sense", kenaikan harga tampaknya tidak dapat dihindari, demi menyelamatkan keuangan negara, mengingat dana subsidi BBM Tahun Anggaran 2022 juga akan terserap habis pada bulan November 2022 yang akan datang.
Dalam rangka mendalami isu strategis tersebut dari perspektif yang benar, maka Moya Institute kembali menyelenggarakan suatu Webinar Nasional, menampilkan pakar ekonomi dan pakar enerji, yang ketokohan mereka, tidak dapat diragukan lagi.
Bergabung dan berpartisipasilah dalam Webinar Nasional ini, untuk mendapatkan perspektif yang benar tentang isu-isu yang terkait dengan kemungkinan pemerintah menaikkan harga BBM dan gas bersubsidi tersebut.
Selamat menyimak!
Pembicara:
Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. Rektor UI
Dr. Yuli Setyo Indartono
Pakar Enerji ITB
Dr Mukhaer Pakkanna
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD)
Penanggap:
Prof. Imron Cotan
Pemerhati Isu-Isu Global
Pemantik Diskusi:
Hery Sucipto, Direktur Eksekutif
Moya Institute
Moderator:
Hamdan Alkafie
Presenter Metro TV
Sabtu, 27.08.2022
Pukul 16:00 - 18:00
Zoom Link: https://s.id/1fNjA
Meeting ID: 847 4057 5510
Passcode: MoyaBBM
YouTube Link: https://s.id/1fNkm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar