Jakarta(DKI).GP - Langkah penasehat hukum istri Kadivpropam Polri, Arman Hasin, mendatangi dewan pers dan meminta lembaga partikelir ini agar menghimbau media untuk tidak menulis nama kliennya di pemberitaan, mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah oleh tokoh pers nasional, Wilson Lalengke.
Berikut ini pernyataan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, yang dituturkan dengan gaya santai, yang dikirimkan ke redaksi kami melalui Sekretariat PPWI Nasional, Sabtu, 16 Juli 2022.
Baca juga: Datangi Dewan Pers, Pengacara Istri Sambo Minta Media Tidak Sebut Nama (https://mediaindonesia.com/megapolitan/507005/datangi-dewan-pers-pengacara-istri-sambo-minta-media-tidak-sebut-nama)
Hahaha, kacau itu penasehat hukum dan dewan pers. dikira Ferdy Sambo dan keluarganya itu orang kebanyakan, rakyat biasa yang tidak dikenal publik. Mereka itu pejabat publik dan masuk kelompok public figure, maka kondisinya pasti berbeda dengan masyarakat umum.
Walau Sambo dan keluarganya tidak disebutkan namanya di pemberitaan, publik juga sudah tahu karena mereka orang-orang terkenal, termasuk istrinya. Wong istrinya selalu tampil di depan publik sebagai Ketua Bhayangkari di lingkungan Divpropam Polri se Indonesia. Dan sudah pasti selama suaminya menjabat di level jabatan sebelumnya, entah sebagai Kapolres, Kapolda, atau jabatan publik lainnya, si istri itu selalu tampil di muka umum. Jadi, Putri Candrawathi, sang istri Kadivpropam adalah orang yang sudah dikenal masyarakat luas.
Beda halnya dengan rakyat jelata. Yang kenal mereka hanya keluarga dekatnya. Atau maksimal teman-teman sekompleks tempat tinggalnya saja.
Lagi, apa dasar logis yang dapat diverifikasi dan divalidasi terkait dugaan istri Ferdy Sambo sebagai korban kejahatan asusila, sebagaimana dimaksud Pasal 5 Kode Etik Wartawan Indonesia? Siapa yang bisa memvalidasi keterangan sepihak yang disampaikan oleh yang bersangkutan? Kecuali jika Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat tidak tewas, tentu dia bisa dikonfrontir terkait isu kejahatan asusila yang dituduhkan kepadanya.
Tambahan lagi, kepercayaan publik terhadap keterangan resmi polisi sudah mencapai titik terendah, nyaris nol koma nol. Menkopolhukam dan Kompolnas saja tidak percaya informasi Mabes Polri, bagaimana mungkin media bisa diarahkan, apalagi dipaksa, hanya menjadi corong polisi?
Yang seharusnya dilakukan adalah Polri jangan aneh-aneh. Berikan informasi yang akurat dan jujur, jangan ada celah kejanggalan dan kebohongan, rekayasa dan manipulasi, serta pengaburan fakta.
Polri semestinya bertugas memberikan jawaban saja atas semua tanda tanya yang dikemukakan masyarakat dengan data dan informasi yang faktual. Bukan cari-cari alasan, karang cerita, hilangkan jejak, hilangkan barang bukti. Contohnya, CCTV yang tiba-tiba disebut rusak. Siapa yang percaya?
Demikian juga penasehat hukum, bantu kliennya memberikan informasi yang benar, bukan pembenaran sepihak. Beberkan fakta-fakta lapangan berdasarkan bukti yang valid dan dapat diverifikasi. Jangan mengatur-atur wartawan dan media. Do your job correctly, we will do ours.
Sesuatu yang amat miris dan disayangkan, dewan pers hanya peduli dengan Ferdy Sambo dan istrinya. Lah, korban penembakan yang sudah mati sia-sia, dugaan kuat difitnah dengan cerita yang tidak masuk akal logika orang waras, mengapa keluarga korban tidak masuk dalam otak dewan pers untuk diadvokasi? Dewan pers jangan mengira pers itu eksis untuk membela kepentingan penguasa. No way!
Pers bertugas untuk kontrol sosial dan kebijakan publik. Pers adalah bagian dari sistem pertahanan masyarakat terhadap kebijakan dan perilaku penguasa dalam menggunakan kewenangan dan kekuasaan yang diberikan rakyat kepadanya. Jadi, pers wajib mengadvokasi kepentingan warga masyarakat ketika berhadapan dengan kesewenang-wenangan penguasa bersama aparatnya.
Haram hukumnya wartawan dan media-media ikutan jadi pecundang seperti lembaga dewan pers itu, kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
#GP | Red u
Tidak ada komentar:
Posting Komentar