Bogor(JABAR).GP - Hasil putusan sidang perkara penggelapan sertifikat tanah milik alm. Mad Sunandar senilai 700 juta yang digelar di PN Bogor, Kamis (9/6/22), disinyalir terdapat banyak kejanggalan. Hal tersebut disampaikan Adintho Prabayu, S.H., selaku Kuasa Hukum tergugat, Jumat (10/6/22), melalui WhatsApp kepada awak media ini.
Adintho Prabayu yang merupakan salah Tim Advokat AWASS Law Firm menduga dalam hal ini ada keterlibatan mafia tanah. Dalam hasil putusan sidang perdata antara Penggugat Asmaniar dan Tergugat alm. Mad Sunandar di Pengadilan Negeri Bogor Kelas 1B relax memutuskan aset tanah seluas 1225 m² senilai 700 juta di Parung Bogor dijadikan aset untuk lelang KPKNL Kota Bogor.
"Keputusan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan memiliki banyak kejanggalan-kejanggalan hukum, pasalnya aset yang dipermasalahkan patut diduga diperoleh dari perbuatan melawan hukum," ungkap Bayu, sapaan akrabnya.
Dengan tegas Bayu mengatakan tidak menerima hasil putusan tersebut dan akan mengajukan banding. "Kami tidak menerima hasil putusan Majelis Hakim dan akan melakukan banding serta melaporkan situasi ini ke Mahkamah Yudisial, Komisi Ombudsman, serta Mahkamah Agung dan akan melakukan segala upaya hukum semaksimal mungkin," tegasnya.
Lanjutnya, kliennya bukan pengurus koperasi dan bukan anggota koperasi serta tidak pernah menerima uang sepeserpun dari Koperasi KSP Berkah Bersama. Hal tersebut telah dijelaskan oleh saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan secara terang benderang bahwa Tergugat 3 (alm.Mad Sunandar) bukanlah pengurus koperasi dan anggota koperasi.
Seharusnya yang bertanggungjawab adalah pengurus koperasi tersebut, Tergugat 3 bukanlah penjamin aset tanah, melainkan aset tanah telah dijaminkan oleh Tergugat 2 (bukan aset koperasi).
"Kami tidak menerima keputusan tersebut, dan patut diduga keras ada keterlibatan mafia tanah dalam hasil keputusan tersebut," paparnya.
Sebelumnya, Penasehat Hukum Tergugat 3 AWASS Law Firm telah melaporkan Penggugat ke Polresta Bogor Kota dengan Nomor: LP/3y/B/I/2020/SPKT dengan dugaan tindak pidana penggelapan yaitu melanggar Pasal 372 KUHP, pada tahun 2020 silam. Namun Sdri. A melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan perdata yakni Gugatan Wanprestasi atas kelalaian pihak koperasi, sertifikat tersebut dijadikan sita jaminan atas Wanprestasi dimaksud.
"Pihak Tergugat 1 (Koperasi KSP Berkah Bersama) dan Tergugat 2 (Anggota Koperasi) tidak pernah hadir baik secara pribadi maupun melalui Kuasa Hukumnya," ujarnya.
Adapun kronologisnya berawal saat Tergugat 3 berniat mengajukan pinjaman ke salah satu koperasi di wilayahnya dan sertifikat tersebut sebagai jaminannya. Pengajuan pinjaman diperantarai oleh EM dan setelah disurvei, alm Mad Sunandar yakin pengajuan pinjamannya akan segera cair, lalu sertifikat tersebut dititipkan kepada EM sambil menunggu proses pencairan. Karena terdesak kebutuhan uang, alm. Mad Sunandar meminjam uang kepada EM sebesar Rp15 juta (lima belas juta rupiah).
Setelah menunggu selama tiga bulan, uang tersebut tak kunjung cair. Lalu pada Januari 2020, alm. Mad Sunandar mencoba mengajukan pinjaman ke koperasi lain dan pengajuannya pun cair. Alm. Mad Sunandar pun menemui EM untuk mengambil sertifikatnya dan mengembalikan pinjamannya, namun sertifikat tersebut malah ada di tangan pihak lain yaitu D yang kemudian dipindahtangankan ke pihak lain lagi yaitu A tanpa seijin alm. Mad Sunandar, sertifikat tersebut sebagai jaminan uang sebesar Rp17 juta.
"Mengetahui hal tersebut, alm. Mad Sunandar menemui pihak A untuk menebus sertifikat tersebut, akan tetapi A tetap tidak mau memberikannya sampai diajukan gugatan perdata kepada PN Kelas 1B Bogor," pungkas Bayu.
#GP | BY | Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar