Jiwasraya Mati Suri, Lord Bakrie Memang Mahasakti - Go Parlement | Portal Berita

Breaking

HUT PPWI KE 17

Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung Mengucapkan Selamat HUT ke 17 PPWI Puji Basuki, SP.MMA Nama lengkapnya Kadis Pendidikan Sijunjung

Jiwasraya Mati Suri, Lord Bakrie Memang Mahasakti

Sabtu, Agustus 14, 2021

Oleh: Tony Gede


JAKARTA.GP- Sudah berentet kasus besar yang menyeret namanya. Namun sampai kini, dia masih tak tersentuh, duduk santai sambil kipas-kipas duit.


Juga sambil mengetawai kita yang geram melihat jalannya sistem peradilan di Indonesia. Yang tajam ke rakyat kecil, tapi tumpul ke penggede elit macam Lord Bakrie (Aburizal Bakri - red).


Ya, di atas langit memang ada Hotman Paris. Tapi di atas negara kita, masih ada Lord Bakrie yang mahasakti.


Gimana nggak sakti?


Buat Lord Bakrie, hukum itu mainan. Dengan duitnya yang nggak ada serinya, dengan koneksi-koneksinya di lingkaran kekuasaan, dan dengan kroni-kroninya, apa sih yang musti ditakutkan?


Ya, walaupun kita tak bisa melihatnya, bukan tak mungkin kalau koneksi Lord Bakrie ada di kalangan menteri atau orang terdekat Presiden.


Lord Bakrie itu sudah malang-melintang di dunia bisnis dan politik dari sekitaran tahun 70-an. Jaringannya pasti sudah menggurita, dan kukunya sudah menancap dalam di sela sendi kekuasaan negara kita.


Maka, sekurap-kurapnya sepak terjang do’i, pasti ada saja yang pasang badan membekingi.


Contoh saja kasus Jiwasraya ini. Selama Rini Soemarno menteri BUMN, Bakrie aman.


Tapi begitu naga-naganya Rini ditendang dari kursi kementrian oleh Presiden Jokowi, langkah pengamanan harus buru-buru dilakukan. Konon, Rini langsung menunjuk Hexana Tri Sasongko, yang akan jadi bom untuk merontokkan Jiwasraya.


Rini juga langsung mengirim surat sakti ke Kejagung. Yang langsung ditindaklanjuti dengan menyeret 6 terdakwa kasus Jiwasraya beberapa waktu lalu. (Keenam terdakwa itu: mantan Dirut Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo; mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan, AJS Syahmirwan; Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto; Direksi PT. Jakarta, Benny Tjokro dan Heru Hidayat – red)


Padahal pakar pidana sekelas Prof. Munzakir saja heran. Bagaimana mungkin Jaksa bisa menerima laporan dan mengusut Jiwasraya hanya atas laporan pribadi dari Rini Soemarno, bukan laporan RUPS. Karena seharusnya, permasalahan PT seperti Jiwasraya itu diselesaikan melalui RUPS.


Tambahan lagi, kasus investasi pasar modal macam kasus Jiwasraya ini mustinya disidik oleh penyidik OJK dengan aturan pasar modal. Bukan ditangani secara pidana oleh kejaksaan, apalagi dipaksakan sebagai tindak pidana korupsi.


Akibatnya apa?


Beberapa kambing hitam diseret buat disembelih, Jiwasraya ditutup, negara menalangi, dan jejak dosa Bakrie lenyap. Bakrie bebas lagi, bebas lagi.


Di lain pihak, yang jadi kambing hitam kena getah pahit. Mereka diseret ke pengadilan, ditangani sebagai tindak pidana korupsi. Yang lucunya, kalau ditilik dari jalannya persidangan, Kejaksaan sulit membuktikan bahwa memang ada tindak korupsi yang merugikan negara sampai 16 triliun.


Anggaplah bahwa 6 terdakwa yang diseret itu memang ada kesalahannya. Tapi pertanyaannya, apakah cara penanganannya tepat? Apakah memaksakan dakwaan tipikor ke mereka itu tepat? Ataukah mustinya ditindak dakwaan yang berbeda?


Lantas, apakah memang pelakunya hanya mereka-mereka ini saja? Bagaimana dengan Rini Soemarno dan Hexana Tri Sasongko yang berperan mematikan bisnis dan menutup paksa BUMN Jiwasraya ?


Bagaimana dengan penggede-penggede elit lain, yang bisa saja juga ikut memerah Jiwasraya demi memperkaya diri mereka? Juga, apakah memang kerugian 16 triliun itu semua hasil perbuatan mereka berenam ini saja?


Bagaimana dengan Lord Bakrie, yang namanya berulang-ulang disebut di pengadilan? Yang sudah tercatat merugikan Jiwasraya triliunan sebelum tahun 2008?


Dan sekarang, sudah ada wacana untuk menutup Jiwasraya dan menggantinya dengan perusahaan yang baru. Yang artinya, jejak dosa Lord Bakrie dan kroni-kroninya di dalam Jiwasaraya akan lenyap tak berjejak. Seperti kabut tertiup angin. Dan tak akan bisa dikorek-korek lagi di masa mendatang.


Artinya, Lord Bakrie menang lagi.


Dia yang enak-enak memerah Jiwasraya, direksi Jiwasraya yang musti pontang-panting menutupi kerugian. Lantas direksi yang sudah pontang-panting ini juga yang dikenai dakwaan, sementara Lord Bakrie dan kroni-kroninya tetap tak tersentuh.


Sudah begitu, negara lagi yang akan menalangi kerugian akibat kejahatan Bakrie. Sementara Bakrie? Duduk santai, enak-enak kipas-kipas duit sambil ngetawain kita-kita.


Jadi, pak Jokowi, bagaimana ini?


Ceritanya sekarang Lord Bakrie menang lagi? Berarti memang Lord Bakrie semahasakti itu?

Jaman SBY dulu dia menang, setelah merugikan masyarakat dalam kasus Lapindo, dan negara yang menalangi.


Dan jaman pak Jokowi, Lord Bakrie juga menang lagi. Gitu ceritanya, pak? Pak Jokowi, dan sekalian pak Erick Thohir.


Jangan remehkan skala kasus Jiwasraya ini. Kalau ini kembali mengulang cerita Century, kasus Jiwasraya Gate bakal jadi warisan pak Jokowi dan pak Erick Thohir. Kalian akan diingat sebagai orang yang membiarkan penjahat paus macam Bakrie melenggang begitu saja, bebas tak tersentuh hukum.


Biarpun mungkin palu hakim telah memvonis 6 terdakwa saat ini, jangan dianggap kasus Jiwasraya ini sudah selesai. Mungkin saat semua uang nasabah Jiwasraya ditalangi negara nantinya, para nasabah bisa bernafas lega.


Tapi bagaimana ke depannya?


Apa yang akan mencegah orang-orang seperti Bakrie berulah kembali, kalau nyatanya perbuatan salah mereka tidak dihukum? Apa yang bisa mencegah pengadilan dagelan macam kasus Jiwasraya ini terjadi lagi, kalau sekarang tidak ditetapkan contoh penegakan hukum yang benar?


Warisan macam apa yang mau kita tinggalkan buat penerus kita? Generasi anak Bangsa Indonesia. Selamat Hari Lahir Ibu Pertiwi Indonesia, semoga tetap sehat walau penuh luka. 



Penulis: Tony Gede, pengamat masalah hukum dan sosial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

IKLAN ADVERTNATIVE

Pages

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS