JAKARTA.GP– Peran aktif kalangan etnis Tionghoa dalam perjuangan bangsa Indonesia sejak dahulu kala merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihapus dari catatan sejarah perjalanan bangsa ini. Bahkan, kemunculan kelompok-kelompok masyarakat yang kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia di nusantara diyakini para sejarahwan dimulai dari adanya migrasi kelompok manusia dari Yunan, sebuah daerah di bagian Cina Selatan. Kedatangan mereka ke nusantara tentunya membawa seluruh kebudayaan dan peradaban hidup mereka ke tanah air ribuan tahun lampau [1].
Kehidupan keseharian masyarakat dari Cina daratan di berbagai pulau di nusantara membaur menyatu dengan masyarakat lokal dari dahulu kala hingga hari-hari ini. Tidak hanya di bidang budaya, seni, dan cara hidup bermasyarakat, sejarah menuturkan bahwa hampir semua agama di Indonesia tersebar dengan lancar, cepat dan aman, tidak lepas dari peran kaum etnis Tionghoa. Sebut saja agama Budha, Konghucu, dan Islam, peran tokoh-tokoh agama dari etnis China sangat kental [2]. Seni budaya Tionghoa, baik berbentuk seni gerak, seni musik, seni suara, dan seni ukir/bangunan dapat kita lihat di berbagai bentuk kesenian, budaya dan bangunan dari Sabang hingga Merauke [3].
Keterlibatan secara aktif warga Hindia Belanda –nama Indonesia sebelum kemerdekaan– dari etnis Tionghoa juga cukup banyak dijumpai dalam dinamika gerak perjuangan memajukan bangsa, pun dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankannya. Salah satu peran nyata kalangan etnis ini di masa lalu adalah keikutsertaan tiga tokoh Tionghoa dalam pendirian perguruan tinggi yang kini kita kenal sebagai Institut Teknologi Bandung atau ITB. Ketiga tokoh pejuang bangsa itu adalah Nio Hoey Oen, Phoa Keng Hek, dan H.H. Kan [4].
Sebagaimana sering sekali kita lihat bahwa dalam suatu kegiatan pembangunan yang membutuhkan dana besar di dalam masyarakat, keterlibatan para pihak yang memiliki banyak harta, baik berupa tanah, bangunan, maupun berbentuk uang sangat penting. Kehadiran tiga tokoh bangsa dari etnis Tionghoa dalam Tim Komite Finansial untuk pembangunan Sekolah Teknik Tinggi atau disebut juga Tim-15 –semacam panitia pembangunan– untuk persiapan pembangunan ITB amat menentukan keberhasilan pendirian kampus yang fokus menghasilkan para insinyur teknik itu [5]. Ketiganya memiliki peran yang sangat besar dalam pengumpulan dana 500 ribu gulden, atau setara dengan Rp. 38,5 miliar, bagi pembangunan gedung Kampus ITB.
Artikel sejarah awal berdirinya ITB yang ditulis seorang alumni ITB, Dr. Ong Han Ling, yang mengungkapkan peran aktif tiga tokoh Indonesia dari etnis Tionghoa beberapa waktu lalu dinilai sebagai sesuatu yang perlu diapresiasi. Catatan Dr. Ong Han Ling tersebut merupakan nukilan sejarah yang sangat penting dalam rangka pengembangan pengetahuan sejarah bangsa, baik bagi alumni ITB sebagai warga yang pernah bersentuhan langsung dengan kampus tersebut maupun bagi masyarakat luas.
Hal itu menarik perhatian seorang alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA. Pria yang lebih dikenal sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu mengatakan bahwa selama ini publik hanya mengenal ITB sebagai kampus yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda.
“Rupanya, keterlibatan para pengusaha ternama Tionghoa masa itu dalam pembangunan ITB amat besar. Saya sangat menghargai dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ong Han Ling yang sudah berkenan berbagi pengetahuan sejarah lahirnya ITB,” ungkap Wilson Lalengke, Selasa, 29 Juni 2021 kepada media ini.
Jika Dr. Ong Han Ling, lanjut Lalengke, tidak menuliskan dan membagi informasi kepada kita, bagaimana mungkin publik tahu bahwa pembangunan ITB yang semula bernama de Techniche Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandoeng) bisa kita ketahui? “Dari penuturan Dr. Ong Han Ling kita mendapatkan gambaran bahwa seluruh komponen bangsa dari berbagai suku dan etnis bersatu-padu sejak dahulu dalam setiap tahapan perjalanan sejarah kita. Oleh karena itu, kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Pak Ong,” ulas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, ini.
Selanjutnya, Lalengke menyampaikan harapannya semoga Dr. Ong Han Ling dapat memberikan lebih banyak catatan sejarah yang beliau miliki terkait keterlibatan berbagai elemen masyarakat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia di masa lalu. “Jika Pak Ong Han Ling masih memiliki catatan sejarah yang perlu diketahui generasi berikutnya, saya berharap tokoh Tionghoa yang kini berusia 85 tahun itu berkenan berbagi cerita lagi kepada kita semua,” kata Wilson Lalengke berharap.
Sebagaimana pemberitaan terdahulu, pendirian ITB di awal Juli 1920 turut melibatkan tiga tokoh bangsa dari etnis Tionghoa. Mereka bertiga masuk dalam Tim-15 yang ditugaskan untuk mempersiapkan dan melaksanakan pendirian sebuah lembaga pendidikan tinggi di bidang teknik dalam rangka mengatasi kelangkaan ketersediaan tenaga teknik saat itu akibat Perang Dunia I.
Secara lengkap, Tim Komite Finansial untuk pembangunan Sekolah Teknik Tinggi (Tim-15) tersebut terdiri dari:
1. H. Rijfsnijder, Residen Batavia – Ketua
2. Nio Hoey Oen, Kapten Tionghoa di Batavia
3. Phoa Keng Hek, Ketua Perhimpunan Sekolah Tionghoa (Tiong Hwa Hwee Kwan)
4. H.H. Kan, Tuan Tanah, Anggota Dewan Daerah Batavia
5. Mr. I. Hen, mantan sekretaris kotapraja Batavia – Sekretaris
6. E.A. Zeilinga AZN, Presiden Javasche Bank
7. C. Canne, Ketua Dewan Kotapraja Batavia
8. F.H.K. Zaalberg, Pemimpin Redaksi Bataviaasch Handelsblad
9. G.P.N. Elenbaas, Ahli bangunan
10. R.M. Ario Dhipokoesoemo, Regent Batang
11. Raden Bati Djajanegara, Jaksa Kepala Batavia
12. Dr. J. Noordhoek Hegt, Direktur S.T.O.V.I.A.
13. Dr. Ingr. P.N. Degens, guru
14. K.W.S Mr. F.J.H. Cowan, Sekretaris Departemen Kehakiman
15. Mr. Dr. W.M.G. Schumann, Pegawai Dinas Kesehatan Penduduk
Kelima-belas orang inilah yang telah bekerja keras selama beberapa tahun mempersiapkan dan melaksanakan pendirian de Techniche Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandoeng). Perguruan tinggi Teknik ini awalnya hanya memiliki satu fakultas dengan satu jurusan, yakni de Faculteit van Technische Wetenschap (Fakultas Ilmu Teknik) dan jurusan de afdeeling der We gen Waterbouw (Departemen Teknik Hidrolik Jalan).
Dirgahayu Institut Teknologi Bandung, 3 Juli 1920 – 3 Juli 2021. Semoga di usiamu yang ke-101 tahun ini, ITB semakin jaya dalam melanjutkan perjuangan para pahlawan bangsa mengisi kemerdekaan Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
#GP | APL/Red
Catatan/Referensi:
[1] Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia: Mengenal Teori Yunan; https://kumparan.com/berita-update/asal-usul-nenek-moyang-bangsa-indonesia-mengenal-teori-yunan-1uvllHHxz3Y/full
[2] Islam, Sumbangsih Terbesar Etnis Tionghoa; https://www.indonesia.go.id/ragam/budaya/sosial/islam-sumbangs…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar