Oleh: Rikha Anggraini, M.Pd |
GOPARLEMENT.COM- Kau tahu tidak? Perihal kecewa dan terluka, aku telah mahir mengatasinya. Tapi itu hanya sandiwara yang ikhwalnya tak bisa kuterjemahkan, karena apa yang kau rasakan tidak sebanding dari apa yang telah bertoreh di palung jantungku.
Kepercayaan, rasa, perih mesti diuji, sebab tenggelam ketika badai reda adalah tanda ketidaksiapan. Perlahan, Lamat dan sangat laun, segala resah, benci, rindu, dan rangkaian kedukaan adalah pion pondasi romantika keabsahan yang terhakikikan.
Jika nanti, kembali hadir seorang bercerita tentang cinta dan air mata, kemudian mempertanyakan akan kedamaian pada lirih malam yang menguras eufoni. Maka katakanlah; selama kau masih berpijak di bumi ini, maka jangan kau harapkan hak sepenuhnya untuk bahagia. Bukanlah ku mendoakan kerapuhan insan manusia di awal cerita dan berperan sebentar menjadi Tuhanmu, Tuhannya, atau Tuhan mereka. Tapi dzahirnya, serupa semut api dan surat menyra- menyrah,,- menyrathalmustaqim.
Kepada langit, izinkan kami tidur sejenak, karena aku, dia, atau beberapa, kemudian mereka, muak menjadi manusia bumi.. karena kecewa itu pasti.. bertahan itu mesti.
#GP | Rapuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar