Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Menteri Keuangan RI tentang revisi terbatas UU Otsus Papua khususnya mengenai Dana Otsus (261). Rapat ini menghadirkan Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI beserta jajaranya. Rapat Kerja ini dipimpin oleh Fachrul Razi (Ketua), didampingi oleh, Abdul Kholik (Wakil Ketua II), Fernando Sinaga (Wakil Ketua III), dan dihadiri anggota Komite I antara lain Filep Wamafma (Papua Barat), Otopipanus P. Tebay (Papua), Agustin Teras Narang (Kalteng), Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa (Sumbar), Lily Salurapa (Sulawesi Selatan), Ahmad Sukisman Azmy (NTB), Husein Alting Sjah (Maluku Utara), Sabam Sirait (DKI Jakarta), Abaraham Liyanto (NTT), Maria Goreti (Kalbar), Badikenita Sitepu (Sumut), Dewa Putu Ardika (Sultra), Hudarni Rani (Babel), Sabam Sirait (DKI Jakarta), Abdul Rachman Thaha (Sulteng), Abdurrahman Abubakar Bahmid (Gorontalo), Richard Hamonangan Pasaribu (Kepri), dan Arya Wedakarna (Bali).
Dalam Raker tersebut, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi bahwa DPD RI dengan Pemerintah juga sepakat untuk melakukan pengawalan proses revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sehingga dapat berdampak optimal, adil dan akuntabel bagi percepatan pembangunan di Papua.
Sebagaimana diketahui bahwa draft revisi terbatas UU Otsus akan segera dibahas bersama antara Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI. Draft Perubahan Kedua UU Otsus ini memuat tiga Pasal perubahan yakni: 1) Pasal 1 huruf a mengenai pengertian dan definisi; 2) Pasal 34 tentang: sumber penerimaan dan sumber pendapatan provinsi dan kabupaten/kota, Dana Perimbangan, Jangka waktu keberlakuan, Perdasus, Pengawasan, Pembinaan, dan pengelolaan penerimaan; dan 3) Pasal 76 tentang Pemekaran Provinsi Papua.
Dalam sambutannya, Senator Fachrul Razi yang berasal dari Aceh, menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi di Papua tidak dapat dipisahkan dari permasalahan NKRI, memang secara ekonomi-sosial dan politik, Papua masih tertinggal dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, Dana Otsus harus mampu dioptimalkan untuk percepatan pembangunan Papua yang dalam UU Otsus besarnya 2% dari Dana Alokasi Umum. Dan saat ini tahun 2021, keberlakuan Dana Otsus akan berakhir oleh karena itu Pemerintah telah mengusulkan draft perubahan kedua UU Otsus yang telah diterima DPD RI
“Harapannya revisi ini dapat menjawab berbagai persoalan yang ada di Papua tidak hanya memperpanjang keberlakuan dana Otsus”
Sementara Senator Filep yang berasal dari Papua Barat, mengingatkan akan pentingnya revisi UU Otsus khususnya Dana Otsus agar tepat sasaran dan melindungi kepentingan Orang Asli Papua. Hal senada juga disampaikan oleh Senator Otopianus Tabay dari Papua yang meminta Kementerian Keuangan untuk terus memperhatikan sejarah adat di Papua dimana Papua mempunyai 7 wilayah adat.
“Revisi UU Otsus tidak sebatas revisi terbatas dan dilakukan akan tetapi harus memperhatikan dan berdasarkan usulan dari masyarakat Papua khususnya DPRP dan MRP”.
Sementara Sri Mulyani dalam paparan menekankan pada evaluasi pendanaan dan capaian pembangunan Dana Otsus. Pembangunan yang belum sepenuhnya memberikan kemanfaatan dan perlindungan bagi masyarakat adat Papua (OAP) dan belum optimal dalam mengurangi kesenjangan dan meningkatkan taraf hidup merupakan dasar dari pemberian Dana Otsus di Papua dalam kerangka NKRI. Sri Mulyani melanjutkan bahwa Dana Otsus dan DTI sejak 20 tahun terkhir (Papua dan Papua Barat) berjumlah 138,56 triliun periode 2002-2021, Transfer Keuangan dan Dana Desa berjumlah 702,3 Triliun, dan belanja Kementerian/Lembaga berjumlah 251 Triliun. Oleh karena itu, revisi terbatas nantinya diarahkan untuk perbaikan tata kelola dan kebijakan Otsus ke depan (Dana Otsus).
Rapat Kerja ini berakhir pada jam 13.00 dengan suatu kesepahaman bahwa Revisi UU Otsus sangat penting bagi percepatan Pembangunan Papua. Rapat Kerja ini diakhiri dengan kesimpulan Rapat pertama, Komite I DPD RI dan Kementerian Keuangan RI menyepakati perlunya evaluasi secara berkelanjutan terhadap Dana Otonomi Khusus Papua mulai dari perencanaan, desain tata kelola, pelaksanaan good governance, penyaluran, hingga dampak dan manfaatnya.
Kedua, Komite I DPD RI dan Kementerian Keuangan RI menyepakati perlunya membuat skema pendanaan Dana Otonomi Khusus secara lebih berkeadilan dengan tetap memperhatikan kekhususan bagi Orang Asli Papua (afirmasi) disertai dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan pengawasan yang lebih efektif.
Ketiga, Komite I DPD RI dengan Pemerintah sepakat untuk melakukan pengawalan proses revisi terbatas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sehingga dapat berdampak optimal, adil dan akuntabel bagi percepatan pembangunan di Papua.
#GP | REL | Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar