Oleh: Syaefudin Simon, Kolumnis Freelance
Bekasi(JABAR).GP – Saat krisis ekonomi, di Jepang buruh demo menuntut penurunan gaji. Ini karena sense of belonging buruh terhadap perusahaan tinggi sekali. Mereka tak ingin perusahaannya bangkrut.
Mereka setia kepada perusahaan tempat kerjanya. Mereka berusaha membesarkan perusahaan bersama-sama. Perusahaan pun peduli terhadap buruh. Buruh adalah aset perusahaan yang selalu diperhatikan kesejahteraannya.
loading...
Orang Jepang punya peribahasa: Hidup itu hakikatnya “makan” makanan di tempat yang sama. Makna dari peribahasa ini: Kita harus memperkuat rasa saling memiliki pada suatu komunitas atau grup dengan “makan” makanan yang sama. Ini mengacu pada situasi ketika orang-orang hidup bersama dan tinggal di satu atap yang sama.Dalam skala mikro buruh dan tempat kerjanya berada dalam kondisi itu. Dalam skala makro, kita hidup dalam tanah air dan udara yang sama. Dalam skala makro kosmos — manusia hidup di jagad universe yang sama.
Kenapa kondisi tersebut terjadi di negeri Sakura? Jawabnya: Nasionalisme yang subur, terpupuk, dan cinta tanah air. Pada tataran lebih tinggi, Zen Budhisme — mazhab agama yang mempengaruhi orang Jepang — menyatakan, jika kau menyayangi alam, maka alam pun menyayangimu.
Jangan menyerah menyintai negerimu. Jangan menyerah mencintai alam kehidupanmu — meski “anda duduk di atas batu selama tiga tahun” — kata peribahasa Jepang. Peribahasa ini maknanya: Meskipun Anda mengalami masa-masa sulit, duduk di atas batu selama tiga tahun, pasti suatu saat akan berubah dan menjadi lebih baik.
Sekali lagi, jangan menyerah untuk menyintai negerimu. Rasulullah menyatakan, hubbul wathon minal iman. Menyintai negeri adalah sebagian dari iman.
Bagaimana bentuk menyintai negeri? Tidak merusaknya
#GP | Goresan Syaefudin Simon
NASIONALISME
Tidak ada komentar:
Posting Komentar