Sawahlunto(SUMBAR).GP- Walikota Sawahlunto Deri Asta SH mengajak PTBA, salah satu BUMN yang ada di Sawahlunto untuk bekerjasama dengan pemko guna menciptakan Destinasi Wisata, berbasis tambang di Kota Sawahlunto agar dapat memberi mamfaat untuk pembangunan ekonomi bagi masyarakat Sawahlunto.
Hal itu disampaikannya, saat serah terima General Manager PTBA UPO beberapa waktu lalu (3/01/2020), Deri mengatakan PTBA UPO adalah site pertambangan pertama di Indonesia dan nilai sejarah budayanya telah diakui oleh Internasional. Apabila hal ini dapat dimanfaatkan, tentunya pariwisata Sawahlunto akan bergairah dan sudah tentu akan memberi dampak manfaat bagi masyarakat Sawahlunto.
"Kami ingin aset yang bernilai ini bisa dimanfaatkan, apakah dijadikan objek untuk dikunjungi atau dijadikan cafe atau semacam resto yang menawarkan keunikan tersendiri. Namun karena beberapa aset tambang yang ada merupakan milik PTBA, maka keinginan itu hanya bisa direalisasikan dengan dukungan penuh PTBA," ungkap Walikota dalam paparannya.
Walikota juga menyinggung upaya PTBA yang akan menghadirkan investor untuk membangun hotel yang lebih representatif. Deri berharap, kehadiran hotel ini hendaknya segera direalisasikan agar segera dapat memberi efek ekonomi untuk warga Sawahlunto.
Pada kesempatan lain, Pemko Sawahlunto pada tahun 2020 ini kembali memasukan lahan pasca tambang PTBA UPO di kawasan Kandi sebagai aset milik Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Karena menurut penilaian pemko, Lahan pasca tambang seluas 393 hektar di Kandi, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto itu, merupakan lahan yang pada tahun 2004 lalu sudah pernah diserahkan oleh PTBA UPO kepada pemerintah Kota Sawahlunto. ”Tahun 2020 ini, kawasan 393 itu kembali kita masukan kedalam catatan aset, milik Pemko Sawahlunto,”urai Deri Asta beberapa waktu lalu.
Untuk bukti penyerahan hak pengelolaan aset, sudah dibuktikan melalui surat penyerahan aset dari GM PTBA UPO saat itu, tahun 2004 kepada Walikota Sawahlunto (Ir H Amran Nur) atas nama Pemerintah Kota Sawahlunto. Karena berdasarkan itulah, sejumlah fasilitas wisata dan olahraga kita bangun di kawasan Kandi. Pemko Sawahlunto bahkan membangun sarana infrastruktur jalan, dua jalur dengan nilai investasi yang tidak sedikit untuk ukuran Sawahlunto.
Kita ketahui, karena hubungan baik antara pemko dan sepengetahuan PTBA, kawasan Kandi memang pernah dihapus dari catatan aset milik pemerintah daerah kedalam catatan Badan Keuangan Anggaran Daerah (BKAD) pada tahun 2015. Saat itu, dihapusnya dari daftar aset lantaran kita ingin mendapatkan penilaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. “Sudah diserahkan dulu, tapi dikeluarkan lagi karena ingin mendapatkan WTP,” ujar Deri Asta menambahkan.
Namun belakangan kita ketahui, pihak PTBA tidak mengakui penyerahan aset pada tahun 2004 tersebut, karena menurutnya belum ada penghapusan aset dan tidak pernah ada pembahasan dalam Rapat Umum Pemegang (RUPS) BUMN.
Bahkan hingga saat ini, PTBA UPO masih menganggap kawasan 393 di Kandi tersebut masih merupakan aset milik BUMN. Mereka buktikan dengan cara mengukur ulang dan memberi patok tanda batas, pada akhir tahun 2019 lalu.
Sementara Kepala Bidang Aset, Badan Keuangan Anggaran Daerah (BKAD) Desismon, S.Kom , Selasa, (3/3) kepada awak media yang menemuinya membenarkan bahwa kawasan 393 Kandi, telah dibukukan kembali menjadi aset milik pemerintah daerah kota Sawahlunto tahun 2020. Pembukuan kembali terhadap aset tersebut, menurut Desismon "tidak akan berpengaruh kepada Opini WTP kedepan, karena telah disertakan dengan catatan strategis".
Lebih lanjut Desismon menyatakan, "pihak PTBA UPO juga tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah di Kandi, berdasarkan peraturan perundangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanah tanah yang diakui milik PTBA UPO sebagian besar tidak memiliki sertifikat. Misalnya Gedung Pusat Kebudayaan (GPK), hanya punya Hak Guna Bangunan (HGB) dan artinya PTBA UPO tidak memiliki sertifikat hak milik, atas tanah yang dianggap asetnya tersebut," urainya memaparkan.
Ditambahkan Desismon, ”Pemerintah hanya menerbitkan izin Usaha Pertambangan (IUP), sementara Badan Pertanahan Nasional (BPN) tentunya tidak bisa menerbitkan sertifikat hak, atas tanah yang dimohonkan oleh PTBA UPO karena tidak ada dasar untuk menerbitkan sertifikat. Sebab, PTBA UPO tidak mempunyai alas hak untuk dasar penerbitan sertifikatnya."
Padahal, Pemko Sawahlunto mempunyai kepentingan strategis pada lahan 393 hektar tersebut, guna untuk pengembangan wilayah dengan peruntukan untuk membangun pusat perkantoran pemerintahan yang terintegrasi didalam satu kawasan, Kandi.
Sejauh ini berbagai upaya telah dilakukan Pemko, untuk mengeksekusi rencana tersebut. Tetapi selalu terkendala, dengan status sertifikat kepemilikan tanah. Pemerintah pusat, tidak bisa mengucurkan anggaran pembangunan untuk gedung atau kantor tanpa disertai bukti kepemilikan, berupa sertifikat kepemilikan tanah yang sah dari pemerintah daerah sebagai syarat utama dalam mengucurkan anggaran APBN ke daerah.
Sebagai contoh, pada kasus pembangunan kantor Pengadilan Negeri Sawahlunto di kawasan Kandi. Sampai saat ini, gedung lembaga yudisial negara tersebut tidak memiliki dokumen yang sah, terkait dengan kepemilikan hak atas tanah pada lokasi PN tersebut. Sangat memprihatinkan, kantor Pengadilan Negeri Sawahlunto ternyata dibangun diatas tanah tanpa sertifikat. Dan pihak Mahkamah Agung (MA) dalam hal pelaporannya, tentu akan selalu menjadi sorotan temuan, atas pelaporan aset MA ke Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) RI.
Diperlukan kebijakan yang bijak, dari pengambil keputusan di PTBA UPO walaupun tidak populis. Agar semua ini tidak menjadikannya menjadi larut, sehingga persoalannya menjadi berlarut larut.
#GP | Rep | Fid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar