JAKARTA.GP- Parlemen Indonesia sebentar lagi bakal diisi anggota legislatif baru hasil pemilu 17 April 2019 lalu. Sejumlah wajah baru bakal bermuculan keluar-masuk Gedung Kura-kura di kompleks DPR/DPD RI Senayan Jakarta. ‘Orang lama’ seperti Fadli Zon, Agun Gunajar, dan Ferdiyansah, masih akan terlihat juga di antara 600-an Anggota DPR RI. Demikian juga di kamar DPD RI, wajah lama dan baru akan mondar-mandir ke Senayan.
Di antara sekian ratusan anggota legislatif periode 2019-2024 itu, beberapa sosok diketahui selama ini terindikasi terlibat dalam kong-kali-kong korupsi berjamaah. Sebutlah misalnya, Ahmad Bastian, senator terpilih dari dapil Provinsi Lampung. Oknum senator terpilih yang bakal ngantor di Senayan itu terindikasi kuat terlibat dalam kasus korupsi Bupati Lampung Selatan non-aktif, Zainudin Hasan (adik Ketua MPR RI Zulkifli Hasan – red). Dalam dakwaan JPU Tipikor dan kesaksian Ahmad Bastian di PN Tipikor Tanjungkarang, yang bersangkutan mengaku menyetorkan uang (suap – red) kepada Agus Bakti Nugroho, yang oleh Agus Bakti Nugroho ini diakui sebagai setoran Ahmad Bastian kepada Zainudin Hasan melalui dirinya.
Saat ini, sang bupati non aktif telah divonis Hakim Tipikor dengan hukuman 12 tahun penjara. Demikian juga dengan Agus Bakti Nugroho – dan Anjar Asmara (Kadis PUPR Lampung Selatan – red) yang juga terkait dengan kasus Zainudin Hasan – telah diganjar masing-masing 4 tahun penjara. Hukuman ringan untuk keduanya itu, menurut informasi yang beredar, karena keduanya sepakat untuk menjadi _justice collaborator_ dalam rangka mengungkap seluruh jaringan mafia korupsi sang bupati non aktif tersebut.
Melihat fenomena anggota dewan terpilih yang terindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) bakal gentayangan di Senayan, pertanyaan yang menyeruak ke publik adalah mungkinkah kita bisa berharap banyak dari lembaga perwakilan rakyat yang nyata-nyata diisi oleh orang (orang-orang) terduga korupsi? Ahamad Bastian diyakini banyak pihak hanyalah titik puncak es, yang terlihat di permukaan, namun tentu banyak lagi yang belum terlihat jelas saat ini. Kalaupun tidak terlibat KKN, banyak calon penghuni baru senayan yang juga terindikasi tidak bersih dari kasus-kasus lainnya, seperti narkoba, penipuan, hingga perselingkuhan dan pemerkosaan.
Keprihatinan tersebut mendorong sejumlah pihak yang tergabung dalam Aliansi Nusantara untuk mengadakan acara Dialog Nusantara bertema ‘Parlemen Bersih Parlemen Terhormat’ bertempat di Lobby Gedung DPD RI, Kompleks MPR RI Senayan Jakarta. Acara akan digelar pada hari Kamis, 5 September 2019, pada pukul 14.00 wib sampai dengan selesai. Beberapa tokoh nasional akan hadir dan jadi pembicara di dialog tersebut. Mereka antara lain: Dr. Emrus Sihombing (Pengamat Parlemen), Dr. Abdul Kholik (Senator terpilih), dan Ade Irawan dari Indonesian Corruption Watch (ICW).
Kita sungguh berharap akan lahir solusi terbaik dalam rangka menjaga institusi lembaga perwakilan rakyat dari kerusakan lebih parah kemasa depan ini akibat masuknya oknum-oknum anggota DPR dan DPD RI yang terindikasi tidak amanah sejak mereka belum masuk di gedung kura-kura itu. Satu hal yang pasti, ibarat pepatah orang tua-tua, kecil teranja-anja besar terbawa-bawa. Jika saat menjadi tokoh di daerahnya sudah terlibat korupsi berjamaah, tentunya setelah meningkat ke level lebih besar, karakter koruptif oknum tersebut akan tetap jadi budaya sehari-harinya.
Penguatan peran Komisi Pemilihan Umum (KPU), MK, atau lembaga tinggi negara lainnya, untuk menganulir keterpilihan seseorang yang terindikasi awal sebagai pelaku KKN dan jenis kejahatan berat lainnya, dapat menjadi usulan untuk dipikirkan bersama. KPU dapat difungsikan sebagai benteng terakhir dalam mencegah Senayan kebobolan orang-orang bermental korup, yang pada akhirnya menjadikan DPR dan DPD RI sebagai tempat merampok uang rakyat.
Implementasi nyata keberadaan justice collaborator, seperti yang disandang terpidana Agus Bhakti Nugroho misalnya, juga menjadi sangat penting di situasi genting ini. Peran justice collaborator mesti benar-benar terlihat dan diefektifkan oleh KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan unstur penegak hukum terkait lainnya. Jika tidak, publik pasti menilai bahwa status justice collaborator yang diberikan itu hanyalah kamuflase dari sebuah persekongkolan jahat para penegak hukum dengan terdakwa/terpidana.
Selamat berdialog anak-anak bangsa, semoga diskusi yang turut didukung oleh media nasional Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) tersebut dapat menemukan solusi terbaik dalam memproteksi dan menjaga kehormatan parlemen kita.
#GP | WIL | Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar