Bukittinggi (Sumbar).GP- Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, disamping sebagai kota perdagangan dan kota pendidikan, dikenal juga sebagai kota pariwisata. Hanya saja, menurut pelaku pariwisata Irwan, St.ML, terkait perkembangan kota pariwisata, pemerintah kota (pemko) terkesan asal bangun atau renovasi objek wisata tanpa memperhatikan keberadaan kota itu sendiri.
"Harusnya pemko Bukittinggi dalam pembangunan atau renovasi kota, lebih memperbanyak penghijauan melalui penanaman pohon bukan memperbanyak pembangunan tiang-tiang beton," ungkap mantan Ketua Asephi (Asosiasi Eksportir Produsen Handycraf Indonesia) Sumatera Barat ini kepada GP di Bukittinggi, Jumat (2/8).
Penggiat dan pemerhati pariwisata ini juga menjelaskan, bahwa Bukittinggi merupakan daerah berbukitan sehingga pemerintahan Belanda dahulunya menjadikan kota ini sebagai kota plesiran dan kota peristirahatan. Di masa Belanda, pembangunan kota benar-benar mempertahankan nuansa alam, sehingga pelancong merasa nyaman menikmati panorama atau pemandangan dari Kota Bukittinggi.
"Misalnya, dari berbagai lokasi atau tempat, wisatawan dapat memandang lepas gunung Singgalang maupun gunung Merapi. Kemudian juga, kala pelancong hendak mengitari kota, mereka berjalan kaki melewati tangga-tangga yang ada, juga menaiki dan menuruni jalan-jalan menuju tempat wisata termasuk menuju pasar, selanjutnya kembali ketempat peristirahatan," terang Irwan seraya menambahkan, dengan hijaunya kota, wisatawan merasa sehat sekaligus dapat menghirup udara segar.
Ia menambahkan, kemudian dengan dibangun-nya pusat perbelanjaan Pasar Atas Bukittinggi tiga tingkat. Apakah akan menghalangi pemandangan Jam Gadang jika dilihat dari kebun binatang misalnya.
"Coba saja kita lihat, jika pasar atas itu selesai dibangun apakah akan menutupi pemandangan keberadaan Jam Gadang. Sementara Jam Gadang merupakan ikon Kota Bukittinggi dan peninggalan sejarah dimana selama ini jam tersebut terlihat dari segala sisi," ucap Irwan.
# GP | AN
"Harusnya pemko Bukittinggi dalam pembangunan atau renovasi kota, lebih memperbanyak penghijauan melalui penanaman pohon bukan memperbanyak pembangunan tiang-tiang beton," ungkap mantan Ketua Asephi (Asosiasi Eksportir Produsen Handycraf Indonesia) Sumatera Barat ini kepada GP di Bukittinggi, Jumat (2/8).
Penggiat dan pemerhati pariwisata ini juga menjelaskan, bahwa Bukittinggi merupakan daerah berbukitan sehingga pemerintahan Belanda dahulunya menjadikan kota ini sebagai kota plesiran dan kota peristirahatan. Di masa Belanda, pembangunan kota benar-benar mempertahankan nuansa alam, sehingga pelancong merasa nyaman menikmati panorama atau pemandangan dari Kota Bukittinggi.
"Misalnya, dari berbagai lokasi atau tempat, wisatawan dapat memandang lepas gunung Singgalang maupun gunung Merapi. Kemudian juga, kala pelancong hendak mengitari kota, mereka berjalan kaki melewati tangga-tangga yang ada, juga menaiki dan menuruni jalan-jalan menuju tempat wisata termasuk menuju pasar, selanjutnya kembali ketempat peristirahatan," terang Irwan seraya menambahkan, dengan hijaunya kota, wisatawan merasa sehat sekaligus dapat menghirup udara segar.
Ia menambahkan, kemudian dengan dibangun-nya pusat perbelanjaan Pasar Atas Bukittinggi tiga tingkat. Apakah akan menghalangi pemandangan Jam Gadang jika dilihat dari kebun binatang misalnya.
"Coba saja kita lihat, jika pasar atas itu selesai dibangun apakah akan menutupi pemandangan keberadaan Jam Gadang. Sementara Jam Gadang merupakan ikon Kota Bukittinggi dan peninggalan sejarah dimana selama ini jam tersebut terlihat dari segala sisi," ucap Irwan.
# GP | AN
Goparlement memang harus semakin terbuka & mantap go to public , selamat & salut ke depan semakin sukses di mata hati masyrakat luas , baik didalam maupun di luar sumatra barat .
BalasHapus