Agam (Sumbar). GP- Kamin, adalah salah seorang relawan pejuang mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pria yang lahir 92 tahun silam di Jorong Tantaman, Nagari III Koto Silungkang, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini masih terlihat sehat walafiat.
Pria yang akrab disapa Nyiak Kamin atau Nyiak Lembang ini mengisahkan pengalamannya saat berjuang mempertahankan kemerdekaan dari keinginan Belanda untuk kembali merebut dan menguasai wilayah Indonesia.
"Pasca bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1845, ternyata Belanda belum mengakui dan masih berkeinginan kembali menguasai kedaulatan rakyat Indonesia. Mereka ikut serta membonceng kedatangan pasukan sekutu dan NICA (Nederlandsch Indië Civiele Administratie) atau Pemerintahan Sipil Semi Militer Belanda. Pasukan Sekutu tersebut mendarat di Teluk Bayur, Padang pada tanggal 10 Oktober 1945," paparnya Nyiak Lembang saat berbincang dengan Media ini di Tantaman, Rabu (1/5).
Gelagat tidak baik Belanda untuk kembali menguasai wilayah-wilayah di provinsi ini ternyata benar. Mereka mulai membuat rusuh dengan merampas hak-hak rakyat, membakar rumah-rumah, melucuti senjata bekas rampasan Tentara Jepang bahkan juga membunuh.
"Tentu saja Tentara Keamanan Rakyat (TKR) tidak tinggal diam dan melakukan perlawanan. Hal itu dilakukan guna memepertahan kedaulatan yang telah diplokmirkan. Dipastikan jiwa dan raga harus berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia," tegas Nyiak Lembang dengan sorot mata tajam.
Ketika ditanya, masa itu berapa orang warga Tantaman yang ikut serta berjuang mengusir kembali penjajahan negara asing, kata pria berkulit hitam ini hanya tiga orang.
"Selain saya, dari Tantaman ini ada dua orang lagi, yakni Main dan Ramali dan kedua orang seperjuangan saya itu lebih dulu menghadap Sang Pencipta," jawab Nyiak Lembang seraya menambahkan, "Pai mati sia nan amuah (siapa orang yang mau ikut mati)," imbuhnya, tapi kakek yang terlihat masih tegap ini tersenyum.
Saat itu, sambung Nyiak Lembang, Tentara Indonesia melalui Pemerintah Kabupaten Agam membutuhkan relawan-relawan dari masyarakat guna mengusir kembali para penjajah. Dan sebelum diterjunkan ke medan pertempuran, dirinya bersama ratusan relawan lain berlatih perang lebih dulu.
"Sebelum kami diterjunkan ketitik-titik pertempuran kami dilatih lebih dulu dan latihan kami waktu itu di Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang," terangnya.
Ia mengaku ikut latihan perang tidak lama, hanya beberapa bulan saja. Setelah itu diterjunkan ketitik pertempuran atau pertahanan seperti di daerah Solok. Kemudian dari Solok dipindah ke Lubuak Lasiah dan teakhir ke daerah Tiku.
"Sementara di Lubuak Lasiah itu ternyata sangat berdekatan dengan Front Belanda di daerah Ladang Padi," kata Nyiak Lembang yang tergabung di Kompi Badai pimpinan Raden Ali ini.
Ditanya kembali apakah benar sebelum diterjunkan ke titik pertempuran, latihan perang hanya beberapa bulan saja, ia menjawab benar.
"Iya, tak begitu lama. Meski hanya sebentar, tapi sebelumnya kami telah pernah dilatih oleh tentara Jepang," imbuh kakek yang terkadang sering ke Pasaman Barat ini.
Sementara saat pertempuran berlangsung, Nyiak Lembang mengaku mempergunakan senjata api jenis karaben (karabin) dan geren (garand).
"Selain senjata lain seperti tombak, parang dan bambu, kami juga mempergunakan senjata rampasan dari Belanda juga Jepang yakni karaben dan geren," ungkapnya.
Dirinya mengaku tidak punya rasa takut menghadapi pertempuran melawan bangsa asing yang ingin kembali merebut kedaulatan bangsa ini.
"Tak ada rasa takut sama sekali saat berperang melawan sekutu itu. Tekad kami, kemerdekaan negara ini harus dan wajib dipertahankan meski mempertaruhkan nyawa ataupun darah," tegas kakek pejuang ini. (andy)
Sementara saat pertempuran berlangsung, Nyiak Lembang mengaku mempergunakan senjata api jenis karaben (karabin) dan geren (garand).
"Selain senjata lain seperti tombak, parang dan bambu, kami juga mempergunakan senjata rampasan dari Belanda juga Jepang yakni karaben dan geren," ungkapnya.
Dirinya mengaku tidak punya rasa takut menghadapi pertempuran melawan bangsa asing yang ingin kembali merebut kedaulatan bangsa ini.
"Tak ada rasa takut sama sekali saat berperang melawan sekutu itu. Tekad kami, kemerdekaan negara ini harus dan wajib dipertahankan meski mempertaruhkan nyawa ataupun darah," tegas kakek pejuang ini. (andy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar