JAKARTA.GP- Belakangan ini Perda tentang Agama banyak diperbincangkan dan dipersoalkan. Peraturan Daerah tentang agama seperti itu tidak bertentangan dengan Pancasila, yaitu sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal tersebut diungkapkan H. Djafar Badjeber, Ketua Bappilu DPP Partai Hanura kepada wartawan melalui pesan WA, Minggu (3/3).
Dijelaskannya, demikian juga dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan masih mengadopsi nilai-nilai agama yang diakui di Indonesia. Juga dalam pasal 11 Anggaran Dasar Partai Hanura menegaskan bahwa ciri partai hanura bersifat nasionalus-religius.
"Olehnya, Partai Hanura tetap menjaga keseimbangan kebutuhan lahiriyah dan batiniah masyarakat Indonesia yang dikenal agamis," ujar mantan Anggota MPR RI ini.
Menurutnya, Perda Agama jangan dikonotasikan hanya agama Islam saja. Mungkin juga ada Perda agama lain yang mana penganutnya mayoritas di suatu Kabupaten dan Propinsi.
"Sepanjang menjadi aspirasi dan kehendak masyarakatnya, sebenarnya tidak masalah. Yang penting keberadaan Perda tersebut tidak diskriminatif dan tidak bernuansa refresif," imbuhnya.
Seperti diketahui, Konstitusi UUD 1945 telah mengamanatkan, pasal 28 E: Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih Kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan Hati Nuraninya.
Lanjut Djafar, Perda Agama masih relevan untuk melindungi hak setiap warga negara. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan, biarkan saja mengalir dan dijalankan sepanjang tidak menimbulkan ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.
"Sebagai Partai Nasionalis-Religius, Hanura dapat memahami aspirasi masyarakat setiap daerah," pungkasnya.
#GP|RED
Hal tersebut diungkapkan H. Djafar Badjeber, Ketua Bappilu DPP Partai Hanura kepada wartawan melalui pesan WA, Minggu (3/3).
Dijelaskannya, demikian juga dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan masih mengadopsi nilai-nilai agama yang diakui di Indonesia. Juga dalam pasal 11 Anggaran Dasar Partai Hanura menegaskan bahwa ciri partai hanura bersifat nasionalus-religius.
"Olehnya, Partai Hanura tetap menjaga keseimbangan kebutuhan lahiriyah dan batiniah masyarakat Indonesia yang dikenal agamis," ujar mantan Anggota MPR RI ini.
Menurutnya, Perda Agama jangan dikonotasikan hanya agama Islam saja. Mungkin juga ada Perda agama lain yang mana penganutnya mayoritas di suatu Kabupaten dan Propinsi.
"Sepanjang menjadi aspirasi dan kehendak masyarakatnya, sebenarnya tidak masalah. Yang penting keberadaan Perda tersebut tidak diskriminatif dan tidak bernuansa refresif," imbuhnya.
Seperti diketahui, Konstitusi UUD 1945 telah mengamanatkan, pasal 28 E: Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih Kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan Hati Nuraninya.
Lanjut Djafar, Perda Agama masih relevan untuk melindungi hak setiap warga negara. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan, biarkan saja mengalir dan dijalankan sepanjang tidak menimbulkan ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat.
"Sebagai Partai Nasionalis-Religius, Hanura dapat memahami aspirasi masyarakat setiap daerah," pungkasnya.
#GP|RED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar