Padang(SUMBAR).GP- Terkait insiden perampasan satu unit mobil Daihatsu Granmax dengan nomor Polisi BA 9930 FT, yang dikendari Budi Gismir, dikawasan jalan Prof. DR. Hamka, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, oleh puluhan dept collector PT. Capella Multidana pada Senin (5/11) lalu, ternyata mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk para penggiat-penggiat hukum dan advokasi.
Salah satu kecaman terhadap tindakan liar para dept collecotor tersebut datang dari pegacara kondang Kota Bukittinggi, Yarmen Eka Putra, SH. Menurut Yarmen, apa yang dialami kreditur Budi Gismir, dapat saja dialami oleh kreditur-kreditur lainnya yang menggunakan perusahaan jasa pembiayaan leasing.
“Tindakan perampasan dijalan oleh para dept collector yang diduga disewa perusahaan pembiayaan ini, tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab aturan sebenarnya dari jaminan Fidusia ini dibuat dan ditandatangi dihadapan notaris. Namun sebelum pejanjian ditandatangi, Notaris harus membacakan perjanjian tersebut dihadapan kedua belah pihak, baik perusahaan pembayaran maupun kreditur,” jelas Yarman saat dihubungi Wartawan, melalui selulernya, Jumat (9/11)
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa sering kali terjadi perjanjian fidusia tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak saja tanpa melibatkan notaris.
“Perjanjian Fidusia yang dilakukan tanpa melalui notaris, tentu saja membatalkan akta tersebut. Jika terjadi penarikan oleh perusahaan pembiyaan melalui dept collectornya, maka hal tersebut dapat dikategorikan perampasan secara paksa, dan pelakunya dapat dipidana,” terangnya pengacara yang akrab dipanggil Armen Bakar ini.
Senada dengan Yarmen, Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Riau Pekanbaru. DR. Yudi Krismen. SH, MH, juga menyampaikan kritikan keras atas kasus penarikan paksa kendaraan yang dilakukan oleh puluhan Debt Collector dari PT. Capella Multidana Padang. Menurutnya apa yang dilakukan perusahaan tersebut dapaat dijerat pidana.
“Saya sudah sering membaca berita tentang tindak tanduk debt collector saat melakukan penarikan mobil dijalan raya dengan cara paksa dan kekerasan. Tentu saja pihak berwajib, jika ada laporan dari korban penarikan ini harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Karena perbuatan ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian dengan kekerasan,” kata Yudi Krismen dikantornya, Jumat (9/11)
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa sesuai dengan prosedur penarikan kendaraan bermotor tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan.
“Dengan peraturan Fidusia tersebut, pihak leasing atau Kreditur tidak boleh meminta paksa melalui jasa Debt Collector. Jika ada persolan kridit macet, seharusnya penyitaan itu dilakukan melalui pihak Pengadilan. Maka pihak Pengadilan memberikan denda kekurangan pembayaan kredit motor tersebut. Tetapi apabila masih ada Debt Collector yang mengambil paksa kendaraan bermotor di jalan dengan kekerasan dan bergaya premam, maka mereka dapat dikenakan pasal 365 KUHP tentang perampasan,” jelas Yudi Krismen.
“Seharusnya perusahaan jasa pembiayaan ini mengerti dan paham tentang undang-undang fidusia, jangan seenaknya menggunakan dept collector untuk merampas paksa kendaraan dan menakut-nakuti masyarakat. Ingat perintah Kapolri, apapun alasannya, tindakan premanisme yang berkedok dept collector dengan cara meneror dan mengambil paksa kendaraan dijalan harus ditangkap. Hal inilah yang harus dipahami, apalagi aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian. Jadi jika ada laporan perampasan kendaraan oleh dept collecotor kepada polisi, tentunya harus segera direspon dan ditindaklanjuti,” tutup Yudi, mantan penyidik Polisi tersebut.
#GP- Afrizal Basri/Hamzah/Red
Salah satu kecaman terhadap tindakan liar para dept collecotor tersebut datang dari pegacara kondang Kota Bukittinggi, Yarmen Eka Putra, SH. Menurut Yarmen, apa yang dialami kreditur Budi Gismir, dapat saja dialami oleh kreditur-kreditur lainnya yang menggunakan perusahaan jasa pembiayaan leasing.
“Tindakan perampasan dijalan oleh para dept collector yang diduga disewa perusahaan pembiayaan ini, tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab aturan sebenarnya dari jaminan Fidusia ini dibuat dan ditandatangi dihadapan notaris. Namun sebelum pejanjian ditandatangi, Notaris harus membacakan perjanjian tersebut dihadapan kedua belah pihak, baik perusahaan pembayaran maupun kreditur,” jelas Yarman saat dihubungi Wartawan, melalui selulernya, Jumat (9/11)
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa sering kali terjadi perjanjian fidusia tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak saja tanpa melibatkan notaris.
“Perjanjian Fidusia yang dilakukan tanpa melalui notaris, tentu saja membatalkan akta tersebut. Jika terjadi penarikan oleh perusahaan pembiyaan melalui dept collectornya, maka hal tersebut dapat dikategorikan perampasan secara paksa, dan pelakunya dapat dipidana,” terangnya pengacara yang akrab dipanggil Armen Bakar ini.
Senada dengan Yarmen, Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Riau Pekanbaru. DR. Yudi Krismen. SH, MH, juga menyampaikan kritikan keras atas kasus penarikan paksa kendaraan yang dilakukan oleh puluhan Debt Collector dari PT. Capella Multidana Padang. Menurutnya apa yang dilakukan perusahaan tersebut dapaat dijerat pidana.
“Saya sudah sering membaca berita tentang tindak tanduk debt collector saat melakukan penarikan mobil dijalan raya dengan cara paksa dan kekerasan. Tentu saja pihak berwajib, jika ada laporan dari korban penarikan ini harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Karena perbuatan ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian dengan kekerasan,” kata Yudi Krismen dikantornya, Jumat (9/11)
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa sesuai dengan prosedur penarikan kendaraan bermotor tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan.
“Dengan peraturan Fidusia tersebut, pihak leasing atau Kreditur tidak boleh meminta paksa melalui jasa Debt Collector. Jika ada persolan kridit macet, seharusnya penyitaan itu dilakukan melalui pihak Pengadilan. Maka pihak Pengadilan memberikan denda kekurangan pembayaan kredit motor tersebut. Tetapi apabila masih ada Debt Collector yang mengambil paksa kendaraan bermotor di jalan dengan kekerasan dan bergaya premam, maka mereka dapat dikenakan pasal 365 KUHP tentang perampasan,” jelas Yudi Krismen.
“Seharusnya perusahaan jasa pembiayaan ini mengerti dan paham tentang undang-undang fidusia, jangan seenaknya menggunakan dept collector untuk merampas paksa kendaraan dan menakut-nakuti masyarakat. Ingat perintah Kapolri, apapun alasannya, tindakan premanisme yang berkedok dept collector dengan cara meneror dan mengambil paksa kendaraan dijalan harus ditangkap. Hal inilah yang harus dipahami, apalagi aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian. Jadi jika ada laporan perampasan kendaraan oleh dept collecotor kepada polisi, tentunya harus segera direspon dan ditindaklanjuti,” tutup Yudi, mantan penyidik Polisi tersebut.
#GP- Afrizal Basri/Hamzah/Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar