Seoul(KORSEL).GP- Memperingati hari jadi ke-30, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan menggelar Konferensi Internasional pada 3-5 September di Seoul. Konferensi Internasional yang mengambil tema “Constitutional Justice and Democracy” ini dihadiri lebih dari tiga puluh Negara dunia yang memiliki Mahkamah Konstitusi dan lembaga peradilan sejenisnya.
MKRI yang diwakili oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo, menyampaikan pemaparan dengan subtema Protecting Human Rights through Constitutional Justice. Rubiyo memaparkan praktik dan putusan-putusan terbaik dari MKRI terkait dengan pemilihan umum melalui makalah yang berjudul Protection of Citizen’s Constitutional Rights to Vote and Be Elected in the Elections: A Lesson from the Indonesia Constitutional Court.
“Berbagai putusan terkait hak pilih dan dipilih ini telah memperlihatkan bahwa MK Indonesia turut memiliki peran penting dalam menentukan arah demokrasi konstitusional di Indonesia,” ujar Rubiyo di hadapan para peserta Konferensi Internasional.
Dalam sesi tanya jawab dan sepanjang Konferensi Internasional berlangsung, dominasi pertanyaan dari para peserta lebih banyak ditujukan kepada MK Indonesia. Misalnya, Hakim MK Aljazair menanyakan Putusan MK mengenai hak menjadi kandidat bagi mereka yang pernah dijatuhi hukuman pidana dan hak pemilih yang dapat menggunakan kartu identitas apabila belum terdaftar dalam daftar pemilih.
Selanjutnya, Hakim MK Bolivia juga tertarik dengan adanya jaminan gender equality dan affirmative action serta tingkat partisipasi pemilih muda dalam Pemilu di Indonesia. Hakim Tribunal Pemilu Meksiko bahkan secara khusus meminta MK Indonesia untuk memberikan putusan lengkapnya terkait dengan hak penyandang disabilitas agar dapat dipelajari lebih lanjut dan dijadikan referensi untuk memutus perkara-perkara mereka.
Selain menghadiri Konferensi Internasional, Rubiyo yang didampingi oleh Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz, juga melakukan pertemuan di Constitutional Research Institute (CRI), suatu lembaga riset semi-independen yang dimiliki oleh MK Korea. Dalam kesempatan tersebut, MKRI menjajaki adanya kolaborasi riset dengan MK Korea mengenai berbagai isu-isu konstitusional yang serupa dari kedua negara.
Sebagai dua negara yang menjadi penggerak dari Asosiasi MK se-Asia (AACC), delegasi MKRI juga mengunjungi Sekretariat AACC di Bidang Penelitian dan Pengembangan (SRD) yang dikelola oleh MK Korea. Kunjungan ini untuk memperkuat koordinasi dengan MKRI yang memiliki Sekretariat AACC di Bidang Perencanaan dan Koordinasi (SPC). Di kawasan Asia, MKRI dan MK Korea memang dikenal sebagai dua lembaga peradilan konstitusional yang mempunyai peran sentral dalam pengembangan konstitusionalisme di Asia. Kedua negara ini juga merupakan penggagas terbentuknya AACC yang dideklarasikan di Jakarta pada 12 Juli 2000 silam.
#GP- YUTARI/RC/LA
MKRI yang diwakili oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo, menyampaikan pemaparan dengan subtema Protecting Human Rights through Constitutional Justice. Rubiyo memaparkan praktik dan putusan-putusan terbaik dari MKRI terkait dengan pemilihan umum melalui makalah yang berjudul Protection of Citizen’s Constitutional Rights to Vote and Be Elected in the Elections: A Lesson from the Indonesia Constitutional Court.
“Berbagai putusan terkait hak pilih dan dipilih ini telah memperlihatkan bahwa MK Indonesia turut memiliki peran penting dalam menentukan arah demokrasi konstitusional di Indonesia,” ujar Rubiyo di hadapan para peserta Konferensi Internasional.
Dalam sesi tanya jawab dan sepanjang Konferensi Internasional berlangsung, dominasi pertanyaan dari para peserta lebih banyak ditujukan kepada MK Indonesia. Misalnya, Hakim MK Aljazair menanyakan Putusan MK mengenai hak menjadi kandidat bagi mereka yang pernah dijatuhi hukuman pidana dan hak pemilih yang dapat menggunakan kartu identitas apabila belum terdaftar dalam daftar pemilih.
Selanjutnya, Hakim MK Bolivia juga tertarik dengan adanya jaminan gender equality dan affirmative action serta tingkat partisipasi pemilih muda dalam Pemilu di Indonesia. Hakim Tribunal Pemilu Meksiko bahkan secara khusus meminta MK Indonesia untuk memberikan putusan lengkapnya terkait dengan hak penyandang disabilitas agar dapat dipelajari lebih lanjut dan dijadikan referensi untuk memutus perkara-perkara mereka.
Selain menghadiri Konferensi Internasional, Rubiyo yang didampingi oleh Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz, juga melakukan pertemuan di Constitutional Research Institute (CRI), suatu lembaga riset semi-independen yang dimiliki oleh MK Korea. Dalam kesempatan tersebut, MKRI menjajaki adanya kolaborasi riset dengan MK Korea mengenai berbagai isu-isu konstitusional yang serupa dari kedua negara.
Sebagai dua negara yang menjadi penggerak dari Asosiasi MK se-Asia (AACC), delegasi MKRI juga mengunjungi Sekretariat AACC di Bidang Penelitian dan Pengembangan (SRD) yang dikelola oleh MK Korea. Kunjungan ini untuk memperkuat koordinasi dengan MKRI yang memiliki Sekretariat AACC di Bidang Perencanaan dan Koordinasi (SPC). Di kawasan Asia, MKRI dan MK Korea memang dikenal sebagai dua lembaga peradilan konstitusional yang mempunyai peran sentral dalam pengembangan konstitusionalisme di Asia. Kedua negara ini juga merupakan penggagas terbentuknya AACC yang dideklarasikan di Jakarta pada 12 Juli 2000 silam.
#GP- YUTARI/RC/LA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar