Semarang(JATENG).GP- Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kepentingan dan tanggung jawab besar untuk kelancaran dan kesuksesan penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu 2019. Sebab, sebagai benteng terakhir hukum dan demokrasi, MK menjadi pemutus dari sengketa-sengketa politik. Sengketa politik harus selesai di hadapan hukum sehingga demokrasi konstitusional berkeadilan dapat diwujudkan. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah pada saat membuka Seminar Nasional “Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 dan Tantangan Menghadapi Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019”. Seminar nasional ini diselenggarakan atas kerja sama MK dan FH Universitas Diponegoro pada Kamis (6/9) di Semarang.
Pada sesi pemaparan yang dipandu Dosen FH UNDIP Lita Tyesta ALW, Guntur memberikan pandangan dari perspektif MK sebagai benteng terakhir hukum dan demokrasi. Guntur menerangkan, sengketa dalam pilkada yang bukan sengketa hasil, semestinya diselesaikan oleh institusi-institusi di luar MK. Artinya, yang dibawa ke MK hanyalah semata-mata soal perselisihan hasil.
Sementara itu, Dekan FH UNDIP Retno Saraswati menyampaikan pandangan mengenai Pilkada dan Pemilu. Retno berharap persoalan-persoalan yang timbul selama pilkada betul-betul mendapatkan perhatian. Maraknya OTT kepala daerah merupakan penanda adanya persoalan serius dalam bernegara, termasuk dalam hal ini menyangkut Pilkada. Partai politik, lanjut Retno, seharusnya mengirimkan kader terbaik yang teruji integritasnya untuk mengisi jabatan-jabatan elektoral.
Kemudian, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari, menyampaikan deskripsi dari sudut pandang penyelenggara Pilkada dan Pemilu. Hasyim menyebut isu global dan aktual dalam pembahasan terkait pemilu saat ini lebih banyak terkait dengan electoral integrity. Hasyim menyebut perlunya integritas dalam proses maupun hasil. Dari perspektif proses, integritas ditentukan oleh institusi seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP. Sementara untuk menjamin integritas hasil, saat ini sudah ada MK. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut turut menentukan terpenuhinya syarat pemilu berintegritas, yaitu adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum, sulit pemilu berintegritas diwujudkan.
Dalam seminar nasional ini, hadir 200 peserta yang terdiri atas pengajar hukum dari perguruan tinggi se-Jawa Tengah. Kehadiran para peserta itu semakin melengkapi wacana dan dinamika pembahasan terutama dari aspek teoritik dan praktik secara resiprokal perihal Pilkada dan Pemilu. Hadir juga perwakilan dari KPU, Bawaslu, Panwas, pemerintah daerah, dan juga kalangan partai politik di Jawa Tengah yang saling berbagi informasi, pengalaman, dan gagasan.Acara tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa S1, S2, dan S3 FH Universitas Diponegoro.
#GP- YUTARI/FLS/LA
Pada sesi pemaparan yang dipandu Dosen FH UNDIP Lita Tyesta ALW, Guntur memberikan pandangan dari perspektif MK sebagai benteng terakhir hukum dan demokrasi. Guntur menerangkan, sengketa dalam pilkada yang bukan sengketa hasil, semestinya diselesaikan oleh institusi-institusi di luar MK. Artinya, yang dibawa ke MK hanyalah semata-mata soal perselisihan hasil.
Sementara itu, Dekan FH UNDIP Retno Saraswati menyampaikan pandangan mengenai Pilkada dan Pemilu. Retno berharap persoalan-persoalan yang timbul selama pilkada betul-betul mendapatkan perhatian. Maraknya OTT kepala daerah merupakan penanda adanya persoalan serius dalam bernegara, termasuk dalam hal ini menyangkut Pilkada. Partai politik, lanjut Retno, seharusnya mengirimkan kader terbaik yang teruji integritasnya untuk mengisi jabatan-jabatan elektoral.
Kemudian, Komisioner KPU Hasyim Asy’ari, menyampaikan deskripsi dari sudut pandang penyelenggara Pilkada dan Pemilu. Hasyim menyebut isu global dan aktual dalam pembahasan terkait pemilu saat ini lebih banyak terkait dengan electoral integrity. Hasyim menyebut perlunya integritas dalam proses maupun hasil. Dari perspektif proses, integritas ditentukan oleh institusi seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP. Sementara untuk menjamin integritas hasil, saat ini sudah ada MK. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut turut menentukan terpenuhinya syarat pemilu berintegritas, yaitu adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum, sulit pemilu berintegritas diwujudkan.
Dalam seminar nasional ini, hadir 200 peserta yang terdiri atas pengajar hukum dari perguruan tinggi se-Jawa Tengah. Kehadiran para peserta itu semakin melengkapi wacana dan dinamika pembahasan terutama dari aspek teoritik dan praktik secara resiprokal perihal Pilkada dan Pemilu. Hadir juga perwakilan dari KPU, Bawaslu, Panwas, pemerintah daerah, dan juga kalangan partai politik di Jawa Tengah yang saling berbagi informasi, pengalaman, dan gagasan.Acara tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa S1, S2, dan S3 FH Universitas Diponegoro.
#GP- YUTARI/FLS/LA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar