JAKARTA.GP- Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
birokrasi yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
Syafruddin pada 18 September 2018 telah menandatangani Surat Edaran (SE)
Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pemberhentian Aparatur Sipil
Negara Yang Terbukti Melakukan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam SE itu, Menteri PANRB meminta para
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat Yang Berwenang memperhatikan
ketentuan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara jo Pasal 250 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Dalam ketentuan itu disebutkan, bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana yang ada
hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan
d. dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana dengan putusan penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
yang dilakukan dengan berencana.
Kepada para Pejabat Pembina Kepegawaian
atau Pejabat/Pelaksana Tugas Kepala Daerah dan Pejabat Yang Berwenang
pada Instansi Pemerintah, Menteri PANRB meminta untuk:
a. melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap semua proses hukum yang sedang dijalani oleh ASN di
lingkungan instansinya masing-masing, melakukan penelusuran data ASN
yang bersangkutan secara cermat dan akurat, serta mengambil langkah
tindak lanjut yang cepat dan tepat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. mengambil langkah tegas untuk
memberhentikan dengan tidak hormat ASN yang terbukti secara hukum
melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana uraian ketentuan di atas.
“Hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah
adanya potensi kerugian keuangan negara/daerah yang lebih besar, yang
ditimbulkan akibat kelalaian dan/atau pembiaran terhadap persoalan hukum
tersebut,” tegas Syafruddin.
Menteri PANRB meminta kepada para
Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat/Pelaksana Tugas Kepala Daerah
dan Pejabat Yang Berwenang pada Instansi Pemerintah untuk melaporkan
hasil pelaksanaan Surat Edaran ini selambat-lambatnya tanggal 30
November 2018.
Surat Edaran Menteri PANRB itu ditujukan
kepada para Menteri Kabinet Kerja, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI,
Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Non Struktural, Gubernur, dan Bupati/Wali kota.
Tembusan Surat Edaran itu ditujukan
kepada: 1. Presiden RI; 2. Wakil Presiden RI; 3. Ketua BPK RI; dan 4.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
#GP- HELMI T/JDIH Kementerian PANRB/ES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar