JAKARTA.GP- Guna menjaga fundamental ekonomi Indonesia, pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan yang pada semester I tahun 2018 sudah mencapai 13,5 miliar dolar AS atau 2,6 persen terhadap Product Domestic Brutto (PDB).
“Pemerintah melakukan sejumlah bauran kebijakan, di antaranya melakukan peninjauan proyek-proyek infrastruktur, khususnya proyek strategis nasional, implementasi penggunan Biodiesel (B20), serta melakukan tinjauan kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution pada konferensi pers Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Pengendalian Defisit Neraca Transaksi Berjalan, di Jakarta, Rabu (5/9) sore.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan, pemerintah melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 tarif pos dengan rincian:
a. 210 item komoditas termasuk barang mewah seperti mobil CBU dan motor besar, tarif PPh Pasal 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen.
b. 218 komoditas termasuk seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari-hari seperti sampo, sabun, kosmetik, serta peralatan masak/dapur, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen.
c. 719 item komoditas termasuk barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya, seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear), tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, kebijakan untuk melakukan pengendalian impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan pemerintah.
“Pemerintah pernah melakukan kebijakan yang serupa di tahun 2013 dan tahun 2015,” kata Sri Mulyani seraya menambahkan, saat itu pemerinah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 502 item komoditas konsumsi dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Sementara pada tahun 2015, pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 240 item komoditas konsumsi dari 7,5 persen menjadi 10 persen atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)nya.
Menurut Menkeu, pembayaran PPh Pasal 22 merupakan Pajak Penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak.
“Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur,” tegas Menkeu.
#GP- SAWAL/Humas Kemenkeu/ES
“Pemerintah melakukan sejumlah bauran kebijakan, di antaranya melakukan peninjauan proyek-proyek infrastruktur, khususnya proyek strategis nasional, implementasi penggunan Biodiesel (B20), serta melakukan tinjauan kebijakan Pajak Penghasilan terhadap barang konsumsi impor,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution pada konferensi pers Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Pengendalian Defisit Neraca Transaksi Berjalan, di Jakarta, Rabu (5/9) sore.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan, pemerintah melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 tarif pos dengan rincian:
a. 210 item komoditas termasuk barang mewah seperti mobil CBU dan motor besar, tarif PPh Pasal 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen.
b. 218 komoditas termasuk seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan, lampu), keperluan sehari-hari seperti sampo, sabun, kosmetik, serta peralatan masak/dapur, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen.
c. 719 item komoditas termasuk barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya, seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear), tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, kebijakan untuk melakukan pengendalian impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan pemerintah.
“Pemerintah pernah melakukan kebijakan yang serupa di tahun 2013 dan tahun 2015,” kata Sri Mulyani seraya menambahkan, saat itu pemerinah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 502 item komoditas konsumsi dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Sementara pada tahun 2015, pemerintah menaikkan tarif PPh Pasal 22 atas 240 item komoditas konsumsi dari 7,5 persen menjadi 10 persen atas barang konsumsi tertentu yang dihapuskan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)nya.
Menurut Menkeu, pembayaran PPh Pasal 22 merupakan Pajak Penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak.
“Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur,” tegas Menkeu.
#GP- SAWAL/Humas Kemenkeu/ES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar