Limapuluh Kota(SUMBAR).GP- Jika ada permasalahan antara ninik mamak dan anak kemenakan terkait dengan harta pusaka ditanah Minang, ini adalah Kewenangan Kerapatan Adat Nagari (KAN), bukan domainnya Kepolisian, hal ini harus dilaksanakan sesuai Perda Sumatera Barat No.13 tahun 1983 yang sudah disepakati dan disahkan.
Sangat bertentangan dengan anak kemenakan yang satu ini, Fatma Indrawati (In) tidak melihat dan memperhatikan posisi adat, sehingga dengan serta merta langsung melaporkan pemilik tanah yang sah dan akhirnya masalah menjadi makin runyam.
Berbeda dengan (DT.N) seorang yang menjabat sebagai Penghulu, juga sebagai PNS (Guru - red) yang berpendidikan tinggi seharusnya paham akan kedudukan tanggung jawab sebagai pemimpin di kaum nya berlaku arif dan bijaksana jika terjadi perselisihan. Diselesaikan dan dimusyawarahkan di Kerapatan Adat Nagari (KAN). Namun justru malah sebaliknya, permasalahan yang dibawa ke ranah kepolisian (Hukum Pidana-Red) justru malah dibiarkan melenggang begitu saja.
Hal senada, yang diungkapkan oleh anak kemenakan terlapor (An) kepada awak media - red), Selasa (04/09/18) mengatakan, “Permasalahan yang terjadi dikaum/suku Kami adalah permasalahan internal adat, hal ini menyangkut dengan tanah pusako adat yang ada pada Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red), namun masalahnya tidak diselesaikan dengan cara musyawarah ataupun didudukkan di Kerapatan Adat Nagari (KAN) justru malah sampai ke ranah Kepolisian”.
Dilanjutkannya, “Yang membuat terkejut bagi kami adalah, kami sebagai warih bajawek yang sah masuk dalam Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red) justru dilaporkan ke Polisi.
“Saya akan menceritakan hal sebenarnya yang terjadi, agar semua anak kemenakan benar-benar memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kronologis singkatnya adalah, awalnya tanah yang sudah menjadi hak turun menurun ini sudah kami miliki warih dari kakek,nenek kami dahulu. Lalu menumpang pakai oleh orang tua pelapor untuk bercocok tanam dengan syarat tidak boleh menanam tanaman tua. Yang diizinkan hanya menanam sayur mayur. Beberapa tahun kemudian, tanah tersebut mau kami kelola sendiri dan kami sampaikan kepada pelapor. Malah dia marah-marah dan memfitnah, lebih kejam lagi malah saya dilaporkan ke Polisi. Singkat cerita, karena tanaman yang sudah ditanam merasa mengganggu, beberapa pohon ditebang oleh pemilik tanah yang secara adat sah lahan tersebut haknya. Justru orang yang selama sudah bermurah hati memberi tumpangan tanah agar bisa di garap malah dilaporkan ke Kepolisian dengan alasan merusak tanaman yang sudah ia tanam”. Jelas An dengan nada tinggi.
Ditambahkannya, “Hal ini menjadikan kami sebagai anak kemenakan serasa disambar petir, orang yang selama ini kami hargai justru malah sebaliknya. Bagaimanapun beliau (pelapor) adalah sebagian dari keluarga kami”.
Sudah berapa kali dari pelapor dipanggil oleh Kepolisian?
An mengatakan, “Pihak Kepolisian dari Polsek Guguk Kab. 50 Kota (Sum-Bar) sudah memanggil terlapor tiga kali. Namun pelapor sampai saat ini tidak bisa membuktikan ke penyidik bahwa tanah yang diduduki oleh pelapor dengan bukti yang sah sebagai pemilik”.
“Ketika pihak penyidik pempertanyakan untuk membedah Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red) kepada pelapor, justru pelapor berkelit dan sampai saat ini tidak bisa membuktikan”. ungkap An
Ketika awak media komfirmasi ke Penyidik di Polsek Guguk Kab. 50 Kota melalui pesawat selluler, penyidik membenarkan, “Benar ada laporan yang masuk terkait dengan pengrusakan di tanah adat dan sudah kami proses dengan nomor laporan (KP/K/20/II/2018 Sek-Guguk. Namun karena kasus ini ranahnya ninik mamak /Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kepolisian menolak untuk memperosesnya”. jelas Penyidik dengan singkat.
Menurut Pengacara muda Yusri Dachlan, S.H., terkait dengan permasalahan yang terjadi antara pelapor dan terlapor, melalui pesan WhatsApp, Selasa (04/09/18) Yusri mengatakan, “Karena masalah ini adalah terkait dengan masalah tanah adat, maka harus diselesaikan lebih dahulu oleh ninik mamak setempat. Dan jika musyawarah terjadi jalan buntu, baru bisa diselesaikan melalui hukum positif".
Ditambahkan Yusri, "Karena ini masalah adat, pihak Kepolisian juga harus jeli menyikapinya. Jika terjadi kasus yang demikian menyangkut dengan adat, maka sebaiknya menyerahkan kepada Lembaga Kerapatan Adat Nagari
Jelas Yusri, "Hukum adat itu biasanya turun temurun disuatu daerah, tak boleh siapapun bisa melanggarnya, meskipun tidak tertulis. Kalau ninik mamak sudah tidak dihormati, biasanya ada sanksi sangat berat. Namun sanksinya di setiap daerah bisa berbeda meskipun dalam kasus yang sama".
Saat awak media konfirmasi ke saudara pelapor (D) melalui pesan WhatsApp di nomor 0852639770xx, sampai berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.
#GP- TIM REDAKSI.
Sangat bertentangan dengan anak kemenakan yang satu ini, Fatma Indrawati (In) tidak melihat dan memperhatikan posisi adat, sehingga dengan serta merta langsung melaporkan pemilik tanah yang sah dan akhirnya masalah menjadi makin runyam.
Berbeda dengan (DT.N) seorang yang menjabat sebagai Penghulu, juga sebagai PNS (Guru - red) yang berpendidikan tinggi seharusnya paham akan kedudukan tanggung jawab sebagai pemimpin di kaum nya berlaku arif dan bijaksana jika terjadi perselisihan. Diselesaikan dan dimusyawarahkan di Kerapatan Adat Nagari (KAN). Namun justru malah sebaliknya, permasalahan yang dibawa ke ranah kepolisian (Hukum Pidana-Red) justru malah dibiarkan melenggang begitu saja.
Hal senada, yang diungkapkan oleh anak kemenakan terlapor (An) kepada awak media - red), Selasa (04/09/18) mengatakan, “Permasalahan yang terjadi dikaum/suku Kami adalah permasalahan internal adat, hal ini menyangkut dengan tanah pusako adat yang ada pada Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red), namun masalahnya tidak diselesaikan dengan cara musyawarah ataupun didudukkan di Kerapatan Adat Nagari (KAN) justru malah sampai ke ranah Kepolisian”.
Dilanjutkannya, “Yang membuat terkejut bagi kami adalah, kami sebagai warih bajawek yang sah masuk dalam Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red) justru dilaporkan ke Polisi.
“Saya akan menceritakan hal sebenarnya yang terjadi, agar semua anak kemenakan benar-benar memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kronologis singkatnya adalah, awalnya tanah yang sudah menjadi hak turun menurun ini sudah kami miliki warih dari kakek,nenek kami dahulu. Lalu menumpang pakai oleh orang tua pelapor untuk bercocok tanam dengan syarat tidak boleh menanam tanaman tua. Yang diizinkan hanya menanam sayur mayur. Beberapa tahun kemudian, tanah tersebut mau kami kelola sendiri dan kami sampaikan kepada pelapor. Malah dia marah-marah dan memfitnah, lebih kejam lagi malah saya dilaporkan ke Polisi. Singkat cerita, karena tanaman yang sudah ditanam merasa mengganggu, beberapa pohon ditebang oleh pemilik tanah yang secara adat sah lahan tersebut haknya. Justru orang yang selama sudah bermurah hati memberi tumpangan tanah agar bisa di garap malah dilaporkan ke Kepolisian dengan alasan merusak tanaman yang sudah ia tanam”. Jelas An dengan nada tinggi.
Ditambahkannya, “Hal ini menjadikan kami sebagai anak kemenakan serasa disambar petir, orang yang selama ini kami hargai justru malah sebaliknya. Bagaimanapun beliau (pelapor) adalah sebagian dari keluarga kami”.
Sudah berapa kali dari pelapor dipanggil oleh Kepolisian?
An mengatakan, “Pihak Kepolisian dari Polsek Guguk Kab. 50 Kota (Sum-Bar) sudah memanggil terlapor tiga kali. Namun pelapor sampai saat ini tidak bisa membuktikan ke penyidik bahwa tanah yang diduduki oleh pelapor dengan bukti yang sah sebagai pemilik”.
“Ketika pihak penyidik pempertanyakan untuk membedah Ranji (Jalur Adat Keturunan-Red) kepada pelapor, justru pelapor berkelit dan sampai saat ini tidak bisa membuktikan”. ungkap An
Ketika awak media komfirmasi ke Penyidik di Polsek Guguk Kab. 50 Kota melalui pesawat selluler, penyidik membenarkan, “Benar ada laporan yang masuk terkait dengan pengrusakan di tanah adat dan sudah kami proses dengan nomor laporan (KP/K/20/II/2018 Sek-Guguk. Namun karena kasus ini ranahnya ninik mamak /Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kepolisian menolak untuk memperosesnya”. jelas Penyidik dengan singkat.
Menurut Pengacara muda Yusri Dachlan, S.H., terkait dengan permasalahan yang terjadi antara pelapor dan terlapor, melalui pesan WhatsApp, Selasa (04/09/18) Yusri mengatakan, “Karena masalah ini adalah terkait dengan masalah tanah adat, maka harus diselesaikan lebih dahulu oleh ninik mamak setempat. Dan jika musyawarah terjadi jalan buntu, baru bisa diselesaikan melalui hukum positif".
Ditambahkan Yusri, "Karena ini masalah adat, pihak Kepolisian juga harus jeli menyikapinya. Jika terjadi kasus yang demikian menyangkut dengan adat, maka sebaiknya menyerahkan kepada Lembaga Kerapatan Adat Nagari
Jelas Yusri, "Hukum adat itu biasanya turun temurun disuatu daerah, tak boleh siapapun bisa melanggarnya, meskipun tidak tertulis. Kalau ninik mamak sudah tidak dihormati, biasanya ada sanksi sangat berat. Namun sanksinya di setiap daerah bisa berbeda meskipun dalam kasus yang sama".
Saat awak media konfirmasi ke saudara pelapor (D) melalui pesan WhatsApp di nomor 0852639770xx, sampai berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.
#GP- TIM REDAKSI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar