JAKARTA.GP- Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI Asep Ahmad Saefuloh mengatakan bahwa seluruh tahapan dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) harus dilalui tanpa ada satu tahapan pun yang terlewat. Hal ini dilakukan untuk mengindari persoalan hukum dikemudian hari.
Demikian dikatakan Asep usai menerima audiensi DPRD Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, dalam rangka konsultasi tekait penyusunan RAPBD-P Tahun Anggaran 2018, yang saat ini sedang dibahas oleh DPRD Kabupaten Muara Enim.
“Perlu hati-hati bagi pemerintah daerah dan DPRD dalam pembahasan APBD. Itu yang penting adalah proses. Semua tahapan harus dilalui, karena ketika jika ada yang terlewat akan menjadi persoalan hukum,” kata Asep di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (09/8/2018).
Dalam pertemuan tersebut mengemuka persoalan yang tengah dihadapi DPRD Muara Enim dalam proses penyusunan RAPBD-P Tahun Anggaran 2018. Persoalan itu yakni dalam pembahasan anggaran yang dilakukan oleh Komisi dan Badan Anggaran sering kali terjadi pergeseran waktu, karena kesibukan masing-masing Alat Kelengkapan Dewan (AKD) itu. Sementara ada limitasi waktu yang ditentukan.
“Contohnya, hari Senin nanti ada pelaporan hasil pembahasan Komisi dengan mitra-mitra kerja. Tapi di hari yang sama dilakukan persetujuan. Seandainya hasil pembahasan dari Komisi tersebut ada pergeseran atau program kegiatan yang belum disetujui, artinya persetujuan tersebut akan tertunda. Akhirnya tidak selesai, sementara ada durasi waktunya. Jangan sampai karena waktunya sudah bentrok, akhirnya melakukan segala sesuatu terburu-buru, akhirnya ada tahapan-tahapan yang terlewat,” jelas Asep.
Menyikapi hal tersebut, Asep mengatakan ada fungsi Badan Musyawarah (Bamus) yang tidak dijalankan secara optimal, yakni menetapkan acara DPRD untuk satu tahun sidang dan satu perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah. Menurut Asep, apabila fungsi Bamus dijalankan secara optimal tidak akan terjadi masalah seperti ini.
Terkait limitasi waktu pembahasan anggaran juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Sehingga ia meminta agar DPRD Muara Enim mempelajari lebih lanjut pedoman-pedoman dalam penyusunan APBD itu.
“Pertama, seluruh tahapan harus dilalui. Kedua pelajari pedoman yang telah disedikan, dan ketiga cara kerja di DPRD harus diperbaiki terutama cara kerja Bamus, karena kuncinya ada di Bamus. Bagaimana Bamus mensinkronisasikan antara rapat-rapat di Komisi dan Badan Anggaran. Karena yang jadi persoalan itu antara kerja di Komisi dengan Badan Anggaran ini tidak klop. Artinya ada fungsi Bamus di DPRD yang tidak jalan. Bagaimana peran Bamus itu dioptimalkan, agar tidak terjadi persoalan semacam ini,” tutup Asep.
Demikian dikatakan Asep usai menerima audiensi DPRD Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, dalam rangka konsultasi tekait penyusunan RAPBD-P Tahun Anggaran 2018, yang saat ini sedang dibahas oleh DPRD Kabupaten Muara Enim.
“Perlu hati-hati bagi pemerintah daerah dan DPRD dalam pembahasan APBD. Itu yang penting adalah proses. Semua tahapan harus dilalui, karena ketika jika ada yang terlewat akan menjadi persoalan hukum,” kata Asep di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (09/8/2018).
Dalam pertemuan tersebut mengemuka persoalan yang tengah dihadapi DPRD Muara Enim dalam proses penyusunan RAPBD-P Tahun Anggaran 2018. Persoalan itu yakni dalam pembahasan anggaran yang dilakukan oleh Komisi dan Badan Anggaran sering kali terjadi pergeseran waktu, karena kesibukan masing-masing Alat Kelengkapan Dewan (AKD) itu. Sementara ada limitasi waktu yang ditentukan.
“Contohnya, hari Senin nanti ada pelaporan hasil pembahasan Komisi dengan mitra-mitra kerja. Tapi di hari yang sama dilakukan persetujuan. Seandainya hasil pembahasan dari Komisi tersebut ada pergeseran atau program kegiatan yang belum disetujui, artinya persetujuan tersebut akan tertunda. Akhirnya tidak selesai, sementara ada durasi waktunya. Jangan sampai karena waktunya sudah bentrok, akhirnya melakukan segala sesuatu terburu-buru, akhirnya ada tahapan-tahapan yang terlewat,” jelas Asep.
Menyikapi hal tersebut, Asep mengatakan ada fungsi Badan Musyawarah (Bamus) yang tidak dijalankan secara optimal, yakni menetapkan acara DPRD untuk satu tahun sidang dan satu perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah. Menurut Asep, apabila fungsi Bamus dijalankan secara optimal tidak akan terjadi masalah seperti ini.
Terkait limitasi waktu pembahasan anggaran juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Sehingga ia meminta agar DPRD Muara Enim mempelajari lebih lanjut pedoman-pedoman dalam penyusunan APBD itu.
“Pertama, seluruh tahapan harus dilalui. Kedua pelajari pedoman yang telah disedikan, dan ketiga cara kerja di DPRD harus diperbaiki terutama cara kerja Bamus, karena kuncinya ada di Bamus. Bagaimana Bamus mensinkronisasikan antara rapat-rapat di Komisi dan Badan Anggaran. Karena yang jadi persoalan itu antara kerja di Komisi dengan Badan Anggaran ini tidak klop. Artinya ada fungsi Bamus di DPRD yang tidak jalan. Bagaimana peran Bamus itu dioptimalkan, agar tidak terjadi persoalan semacam ini,” tutup Asep.
#GP-YUTARI
#SUMBER dpr.go.id
#SUMBER dpr.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar