Kuala Lumpur(MALAYSIA).GP- Parlemen Malaysia membatalkan undang-undang kontroversial, yang bisa dipakai untuk memenjarakan orang yang dinyatakan oleh pihak berwenang menyebarkan berita palsu (fake news).
UU itu bisa membuat orang dipenjara hingga enam tahun.
Para anggota parlemen hari Kamis (16/08)kemaren memutuskan, mencabut undang-undang ini setelah menggelar pembahasan selama tiga jam.
Charles Santiago, anggota parlemen dari koalisi Pakatan Harapan kepada kantor berita AFP mengatakan 'keputusan membatalkan UU berita palsu adalah bagian dari upaya untuk menghapus semua UU yang melanggar hak asasi manusia atau yang membatasi kebebasan berpendapat'.
Teddy Baguilat, anggota kaukus parlemen Asia Tenggara tentang HAM memuji langkah ini.
"Undang-undang tersebut jelas dibuat untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan untuk mencegah warga mencermati urusan publik ... Mestinya sejak awal undang-undang ini tak boleh ada," kata Baguilat.
Undang-undang ini diajukan oleh pemerintah terdahulu pimpinan Perdana Menteri Najib Razak dan disahkan April lalu, namun dikecam oleh banyak pihak.
Mereka menggambarkannya sebagai upaya untuk membungkam kritik yang mempersoalkan dugaan korupsi di pemerintah.
Denda US$ 120.000
Peraturan disahkan ketika pemerintah terbelit kasus dugaan korupsi di lembaga investasi negara, 1MDB.
UU ikut menjadi isu panas dalam pemilu pada Mei yang berujung dengan kekalahan koalisi Najib.
Selama kampanye, aliansi reformasi di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad berjanji untuk membatalkannya.
Dalam undang-undang ini disebutkan, mereka yang dinyatakan oleh pihak berwenang menyebarkan berita palsu bisa didenda US$ 120.000 atau sekitar Rp 1,7 miliar selain hukuman badan.
Beberapa hari menjelang pencoblosan, Mahathir -yang ketika itu sebagai pemimpin oposisi- sempat diselidiki oleh aparat dengan tuduhan menyebarkan berita palsu.
Beberapa pihak berpendapat langkah Najib, dan beberapa negara Asia lain, mengesahkan undang-undang 'tak lepas dari berbagai pernyataan dari Presiden Trump soal berita bohong'.
Namun para pegiat memperingatkan, legislasi seperti ini bisa dipakai untuk membungkam lawan-lawan pemerintah.
UU itu bisa membuat orang dipenjara hingga enam tahun.
Para anggota parlemen hari Kamis (16/08)kemaren memutuskan, mencabut undang-undang ini setelah menggelar pembahasan selama tiga jam.
Charles Santiago, anggota parlemen dari koalisi Pakatan Harapan kepada kantor berita AFP mengatakan 'keputusan membatalkan UU berita palsu adalah bagian dari upaya untuk menghapus semua UU yang melanggar hak asasi manusia atau yang membatasi kebebasan berpendapat'.
Teddy Baguilat, anggota kaukus parlemen Asia Tenggara tentang HAM memuji langkah ini.
"Undang-undang tersebut jelas dibuat untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan untuk mencegah warga mencermati urusan publik ... Mestinya sejak awal undang-undang ini tak boleh ada," kata Baguilat.
Undang-undang ini diajukan oleh pemerintah terdahulu pimpinan Perdana Menteri Najib Razak dan disahkan April lalu, namun dikecam oleh banyak pihak.
Mereka menggambarkannya sebagai upaya untuk membungkam kritik yang mempersoalkan dugaan korupsi di pemerintah.
Denda US$ 120.000
Peraturan disahkan ketika pemerintah terbelit kasus dugaan korupsi di lembaga investasi negara, 1MDB.
UU ikut menjadi isu panas dalam pemilu pada Mei yang berujung dengan kekalahan koalisi Najib.
Selama kampanye, aliansi reformasi di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad berjanji untuk membatalkannya.
Dalam undang-undang ini disebutkan, mereka yang dinyatakan oleh pihak berwenang menyebarkan berita palsu bisa didenda US$ 120.000 atau sekitar Rp 1,7 miliar selain hukuman badan.
Beberapa hari menjelang pencoblosan, Mahathir -yang ketika itu sebagai pemimpin oposisi- sempat diselidiki oleh aparat dengan tuduhan menyebarkan berita palsu.
Beberapa pihak berpendapat langkah Najib, dan beberapa negara Asia lain, mengesahkan undang-undang 'tak lepas dari berbagai pernyataan dari Presiden Trump soal berita bohong'.
Namun para pegiat memperingatkan, legislasi seperti ini bisa dipakai untuk membungkam lawan-lawan pemerintah.
#GP-CE/NVC.
#bbc world bbc-malaysia anti hoax-detik.com
#bbc world bbc-malaysia anti hoax-detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar