Padang(SUMBAR).GP- Setelah puluhan rekan-rekan pemilik media dan wartawan mentelaha surat yang telah dihedaran oleh Dewan Pers Nomor: 371/DP/K/VII/2018 ke seluruh pemerintah di Indonesia. Dalam surat edran itu Dewan Pers mengatkan, "Di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, memenuhi hak masyarkat untuk mendapatkan berita, tetapi dalam prakteknya abal-abal. Media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat pemerintah daerah, amupun perusahan," inilah salah satu kutipan isi surat Dewan Pers yang dibahas oleh pemilk media di Sumatera Barat.
Isi surat Dewan Pers itu juga menyebutkan, tentang perlunya uji kompetesi sebagai upaya memerangi hoax dan praktek pers abal-abal, banyaknya orang yang mengaku sebagai wartawan atau mengatasnamakan media dan organisasi wartawan. Kelompok-kelompok ini menolak verifikasi perusahan pers.
Dewan Pers dalam suratnya juga menyebutkan, "Penyalagunaan media maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga melantarbelakangi munculnya Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatabgani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI Joko Widodo dalam puncak peringatan Hari Pesr Nasional di Kota Ambon.
Parahnya lagi surat yang ditandangani oleh Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo ini, selain dikirimkan ke pada pempinan daerah mulai tingkat Provisi, Kabupten dan Kota se Indonesia, surat ini juga beredar di media sosial terutama di WhatsAap para jurnalis.
Akhirnya, puluhan pemilk media dan rekan-rekan pers yang tergabung dalam Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK), Seni (27/8/2018) sore kemaren melaporkan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dengan Laporan Polisi Nomor LP/317/VIII/2018/SPKT Sbr, tertanggal 27 Agustus 2018 atas pencemaran nama baik melalui media eletronik/ website terhadap Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK)
"Laporan ini kami lakukankarena berhubungan erat dengan surat edaran dari Dewan Pers bernomor 371/DP/K/VII/2018, yang mengatakan, di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme tetapi dalam prakteknya abal-abal. Atas dasar apa Dewan Pers menilai kami abal-abal," tanya Ketua Umum AWAK Herman Tanjung dengan geram.
Kami 'AWAK' protes terkait dengan surat edar Dewan Pers yang menyebutkan banyaknya orang yang mengaku sebagai wartawan atau mengatasnamakan media dan organisasi wartawan dalam prateknya abal-abal.
"Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo kami anggap telah mencedarai UU Pers 1999, dengan dugaan melakukan penghinaan terhadap perusahaan, lembaga serta wartawan yang telah berbadan hukum sebagai abal-abal. Apa lagi menyebar luaskan fintani ini melalui media sosial, jadi kami minta kapada penegak hukum untuk memproses Yosep Adi Prasetyo sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indinesia ini," pinta Herman Tanjung.
Kekesalan Herman Tanjung ini terlihat kitika membaca surat edaran yang ditandatanganni oleh ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dipesan masuk WhatsAap nya, "Apa maksud dan tujuan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakatn , di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media segangaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang pejabat pemerintah daerah maupun perusahaan". kutip Herman Tanjung.
Selain itu, dalam edaran juga dijelaskan bahwa Dewan Pers tidak mengenal wartawan yang tergabung dalam Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIMSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain.
Sementara Dewan Pers mengaku akan tetap bekerja dan menjaga kemerdekaan Pers dari rong-rongan orang-orang yang mengaku wartawan tetapi menyalahgunakan ruang kemerdekaan Pers.
Jadi mentelaah kutipan surat Edaran diatas, selaku insan Pers, Herman Tanjung merasa itu adalah sebuah penghinaan yang luar biasa terhadap insan Pers yang belum terverifikasi atau UKW oleh Dewan Pers, padahal itu bukanlah ranahnya dari Dewan Pers, apa lagi wewenangnya dalam menentukan wartwan abal-abal atau tidaknya, termasuk lembaga pers, serta perusahaan pers yang memiliki badan hukum.
Terkait, dengan dituduhan Dewan Pers terhadap AWAK yang mengatakan lembaga atau perkumpulan penampung wartawan abal-abal, Herman Tanjung juga heran, "Atas dasar apa ketua Dewan Pers menyatakan perkumpulan atau lembaga Pers kami ini abal-abal. Apakah mereka pernah melakukan cross check tentang keabsahan legalitas perkumpulan atau lembaga Awak ini, ucap Herman Tanjung.
Sebagai informasi, AWAK telah di Akta kan dengan Akta Notaris nomor 247 tertanggal 29 Maret 2018 serta mengantongi SK Menkumham AHU-0005266.AH.01.07. TAHUN 2018 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi.
Kita www.goparlement.com minta komentar dari DPD PPWI Sumbar tentang surat Dewan Pers, Wakil Ketua Organisasi DPD PPWI Sumbar Rifnaldi menyebutkan, "Terlalu naif rasanya apabila Dewan Pers menyatakan perkumpulan tempat bernaungnya wartawan yang berbadan hukum dihina dengan mempergunakan bahasa abal-abal. Dan tulisan yang ada pada surat edaran Dewan Pers itu sangat merendahkan para jurnalis yang tidak tergabudng dengan organsi yang ada di Dewan Pers, dan bahasa ini juga jalas sekali kalau Yosep Adi Prasetyo selaku ketua Dewan Pers tidak mendidik, bahkan terkesan mengadu domba antara organisasi pers yang ada di Indonesia ini," kata Rifnaldi.
Semestinya Dewan Pers sebagai Lembaga Independen yang ditunjuk Pemerintah sesuai UU Pers 1999 dan didanai oleh APBN setiap tahunnya, tentu harus mampu mengayomi dan memberikan pembinaan yang baik, dan tidak dengan cara-cara fulgar seperti ini. Apa lagi dalam surat yang diedarkan oleh Dewan Pers itu, secara membabi-buta Dewan Pers telah menyebarkan tuduhan keji bahwa di Indonesia bermunculan banyak wartawan abal-abal, penyebar hoax, sengaja membuat media untuk memeras pejabat, organisasi pers yang menyalahgunakan kebebasan pers. Secara terang-terangan dalam surat edaran itu, Dewan Pers melecehkan sembilan organisasi pers, antara lain PPWI, FPII, SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia), dan IPJI (Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia).
Terhadap pernyataan Dewan Pers yang bersifat fitnah kotor tersebut, DPN PPWI, DPD PPWI, DPC PPWI. memberitahukan ke pada Dewan Pers. "PPWI sejak lama sudah berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Ketenagakerjaan, Kementerian Kumham, Mabes TNI, Mabes Polri, Mako Paspampres, Kopassus, BAIS, BIN, Lemhannas RI, universitas-universitas, media-media, LSM, ormas-ormas, dan banyak elemen masyarakat lainnya. PPWI juga sejak lama sudah bekerjasama dengan beberapa kedutaan besar negara sahabat, antara lain Kedubes Maroko, Libanon, dan Belanda," imbu Rifnaldi.
Kepada seluruh wartawan Indonesia, khususnya Sumatera Barat yang telah melaporkan ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, tetaplah bekerja seperti biasa, tingkatkan kualitas hasil karya kita, dan terus galang kekompakan dalam melawan kesewenang-wenangan dan kesombongan oknum Dewan Pers belakangan ini. Kepada semua pihak pemangku kepentingan publik, pejabat pemerintahan di Sumatera Barat dan aparat TNI/Polri, dan BUMN/BUMD, serta pihak swasta, dihimbau kiranya tidak melakukan diskriminasi, kriminalisasi, dan berbagai tindakan untuk dengan sengaja menghalangi-halangi wartawan, jurnalis, maupun pewarta warga dalam melakukan peliputan, pemantauan, dan investigasi, serta wawancara di lapangan.
"Harap diingat bahwa ada sanksi pidana 2 tahun dan/atau denda 500 juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindakan menghalangi-halangi wartawan melakukan tugas jurnalistiknya, dan ini diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers," pungkas Rifnaldi mengingatkan.
#GP-CE/APL/RED
Akhirnya, puluhan pemilk media dan rekan-rekan pers yang tergabung dalam Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK), Seni (27/8/2018) sore kemaren melaporkan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dengan Laporan Polisi Nomor LP/317/VIII/2018/SPKT Sbr, tertanggal 27 Agustus 2018 atas pencemaran nama baik melalui media eletronik/ website terhadap Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK)
"Laporan ini kami lakukankarena berhubungan erat dengan surat edaran dari Dewan Pers bernomor 371/DP/K/VII/2018, yang mengatakan, di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme tetapi dalam prakteknya abal-abal. Atas dasar apa Dewan Pers menilai kami abal-abal," tanya Ketua Umum AWAK Herman Tanjung dengan geram.
Kami 'AWAK' protes terkait dengan surat edar Dewan Pers yang menyebutkan banyaknya orang yang mengaku sebagai wartawan atau mengatasnamakan media dan organisasi wartawan dalam prateknya abal-abal.
"Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo kami anggap telah mencedarai UU Pers 1999, dengan dugaan melakukan penghinaan terhadap perusahaan, lembaga serta wartawan yang telah berbadan hukum sebagai abal-abal. Apa lagi menyebar luaskan fintani ini melalui media sosial, jadi kami minta kapada penegak hukum untuk memproses Yosep Adi Prasetyo sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indinesia ini," pinta Herman Tanjung.
Kekesalan Herman Tanjung ini terlihat kitika membaca surat edaran yang ditandatanganni oleh ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dipesan masuk WhatsAap nya, "Apa maksud dan tujuan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakatn , di Indonesia banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media segangaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang pejabat pemerintah daerah maupun perusahaan". kutip Herman Tanjung.
Selain itu, dalam edaran juga dijelaskan bahwa Dewan Pers tidak mengenal wartawan yang tergabung dalam Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIMSI), Ikatan Media Online (IMO), Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN), Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi (AWAK) dan lain-lain.
Sementara Dewan Pers mengaku akan tetap bekerja dan menjaga kemerdekaan Pers dari rong-rongan orang-orang yang mengaku wartawan tetapi menyalahgunakan ruang kemerdekaan Pers.
Jadi mentelaah kutipan surat Edaran diatas, selaku insan Pers, Herman Tanjung merasa itu adalah sebuah penghinaan yang luar biasa terhadap insan Pers yang belum terverifikasi atau UKW oleh Dewan Pers, padahal itu bukanlah ranahnya dari Dewan Pers, apa lagi wewenangnya dalam menentukan wartwan abal-abal atau tidaknya, termasuk lembaga pers, serta perusahaan pers yang memiliki badan hukum.
Terkait, dengan dituduhan Dewan Pers terhadap AWAK yang mengatakan lembaga atau perkumpulan penampung wartawan abal-abal, Herman Tanjung juga heran, "Atas dasar apa ketua Dewan Pers menyatakan perkumpulan atau lembaga Pers kami ini abal-abal. Apakah mereka pernah melakukan cross check tentang keabsahan legalitas perkumpulan atau lembaga Awak ini, ucap Herman Tanjung.
Sebagai informasi, AWAK telah di Akta kan dengan Akta Notaris nomor 247 tertanggal 29 Maret 2018 serta mengantongi SK Menkumham AHU-0005266.AH.01.07. TAHUN 2018 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi.
Kita www.goparlement.com minta komentar dari DPD PPWI Sumbar tentang surat Dewan Pers, Wakil Ketua Organisasi DPD PPWI Sumbar Rifnaldi menyebutkan, "Terlalu naif rasanya apabila Dewan Pers menyatakan perkumpulan tempat bernaungnya wartawan yang berbadan hukum dihina dengan mempergunakan bahasa abal-abal. Dan tulisan yang ada pada surat edaran Dewan Pers itu sangat merendahkan para jurnalis yang tidak tergabudng dengan organsi yang ada di Dewan Pers, dan bahasa ini juga jalas sekali kalau Yosep Adi Prasetyo selaku ketua Dewan Pers tidak mendidik, bahkan terkesan mengadu domba antara organisasi pers yang ada di Indonesia ini," kata Rifnaldi.
Semestinya Dewan Pers sebagai Lembaga Independen yang ditunjuk Pemerintah sesuai UU Pers 1999 dan didanai oleh APBN setiap tahunnya, tentu harus mampu mengayomi dan memberikan pembinaan yang baik, dan tidak dengan cara-cara fulgar seperti ini. Apa lagi dalam surat yang diedarkan oleh Dewan Pers itu, secara membabi-buta Dewan Pers telah menyebarkan tuduhan keji bahwa di Indonesia bermunculan banyak wartawan abal-abal, penyebar hoax, sengaja membuat media untuk memeras pejabat, organisasi pers yang menyalahgunakan kebebasan pers. Secara terang-terangan dalam surat edaran itu, Dewan Pers melecehkan sembilan organisasi pers, antara lain PPWI, FPII, SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia), dan IPJI (Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia).
Terhadap pernyataan Dewan Pers yang bersifat fitnah kotor tersebut, DPN PPWI, DPD PPWI, DPC PPWI. memberitahukan ke pada Dewan Pers. "PPWI sejak lama sudah berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Ketenagakerjaan, Kementerian Kumham, Mabes TNI, Mabes Polri, Mako Paspampres, Kopassus, BAIS, BIN, Lemhannas RI, universitas-universitas, media-media, LSM, ormas-ormas, dan banyak elemen masyarakat lainnya. PPWI juga sejak lama sudah bekerjasama dengan beberapa kedutaan besar negara sahabat, antara lain Kedubes Maroko, Libanon, dan Belanda," imbu Rifnaldi.
Kepada seluruh wartawan Indonesia, khususnya Sumatera Barat yang telah melaporkan ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, tetaplah bekerja seperti biasa, tingkatkan kualitas hasil karya kita, dan terus galang kekompakan dalam melawan kesewenang-wenangan dan kesombongan oknum Dewan Pers belakangan ini. Kepada semua pihak pemangku kepentingan publik, pejabat pemerintahan di Sumatera Barat dan aparat TNI/Polri, dan BUMN/BUMD, serta pihak swasta, dihimbau kiranya tidak melakukan diskriminasi, kriminalisasi, dan berbagai tindakan untuk dengan sengaja menghalangi-halangi wartawan, jurnalis, maupun pewarta warga dalam melakukan peliputan, pemantauan, dan investigasi, serta wawancara di lapangan.
"Harap diingat bahwa ada sanksi pidana 2 tahun dan/atau denda 500 juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan tindakan menghalangi-halangi wartawan melakukan tugas jurnalistiknya, dan ini diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers," pungkas Rifnaldi mengingatkan.
#GP-CE/APL/RED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar