JAKARTA.GP- Rasa pedih dan ngilu pada tulang akibat pukulan yang sewenang-wenang aparat polisi pada 21 Mei 2018 lalu, masih sangat di rasakan oleh Arnold Hairun Tafane, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO yang menjadi korban pelanggaran HAM dilakukan oleh oknum polisi terhadap mahasiswa pelaku demonstrasi.
Tetapi, hingga awal Agustus 2018, kasus ini seakan dibekukan oleh Propam Polri. Padahal perihal laporan pelanggaran hukum sudah diajukan oleh HMI MPO ke Propam Polri pada 04 Juni 2018 lalu. Namun hingga saat ini belum di tindak lanjuti.
Bahkan Arnold dan kawan kawan HMI yang menjadi korban pemukulan itu terkesan, seakan akan diabaikan Oleh aparat hukum Polri.
“Saya berharap, kasus ini dapat diproses sesuai hukum yang berlaku dan diselesaikan dengan tuntas. Bagaimanapun juga keadilan harus ditegakkan. Jika aparat bersalah, ya harus di hukum sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Itu yang saya harapkan agar tidak ada lagi aparat yang semena-mena,” ujar Arnold Hairun Tafane, Senin 6/8/2018.
DR. Sulistyowati, SH, MH, kordinator Team Advokasi Yakusa, sebagai kuasa hukum dari HMI MPO cabang Jakarta, juga menyatakan kekecewaan atas sikap Propam Polri ini.
Sulis mengatakan , bahwa pihak Propam Polri malah berkilah , bahwa berkas laporan dengan nomor R/574-b/VI/2018/Divpropam yang telah dikeluarkan, belum diterima oleh pihak Propam Polda.
Begutu juga ketika Dikonfirmasi ke Propam Polda, pihak Propam Polda juga berkilah, bahwa berkas laporan mungkin memang sudah dibuat. Namun, pihak Propam Polda belum menerima bentuk fisik laporan tersebut dari pihak Propam Mabes Polri.
Akhirnya, Arnold dan Korban HMI lainnya, serta team pengacara Yakusa, kembali menuju Propam Mabes Polri untuk kembali menanyakan berkas laporan yang telah dibuat.
Ketika sampai di Propam Mabes Polri, team pengacara Yakusa teryata di pingpong lagi.
Pihak Propam Mabes Polri menunjukkan bukti fisik bahwa berkas tersebut sudah dikirim terhitung tanggal 22 Juni 2018. sehingga, Sulistyowati sebagai ketua team pengacara Yakusa menjelaskan kepada pihak Propam Mabes Polri, bahwa pihak Propam Polda sama sekali belum menerima berkas laporan dengan nomor R/574-b/VI/2018/Divpropam, sehingga diminta untuk konfirmasi ke Propam Mabes Polri.
“Kita hanya ingin memastikan saja perihal berkas laporan yang telah kita buat itu apakah sudah diproses, dan ternyata, apa yang kita dapat justru berkas laporan kita entah dimana, simpang siur. Bakan Propam Polda belum menerima berkas tersebut, sementara Propam Polri mengatakan sudah mengirimkan berkasnya. Ada apa ini sehingga untuk pelimpahan berkas saja sampai begitu lama,” sebut Sulistyowati kepada www.goparlement.com
Ketika team Advokasi Yakusa mendesak pihak Propam Mabes Polri dengan berbagai argumentasi dan bukti-bukti yang disampaikan dari pihak Propam Polda, maka pada akhirnya, salah satu Propam Mabes yang saat itu bertugas, menjanjikan dan memastikan kepada team advokasi Yakusa, bahwa berkas laporan yang sudah dibuat tersebut, pada Minggu kedua Agustus 2018 akan sampai di Propam Polda, tegasnya.
“Kami sangat kecewa karena berkas laporan yang kita buat pada tanggal 4 Juni 2018 lalu terkesan tidak ada kelanjutannya. Kita berharap agar kasus ini segera di proses sesuai hukum yang berlaku. dan jangan di biarkan menunggu terlalu lama atau menunggu hilang ditelan bumi begitu saja tanpa adanya proses dan hukuman yang jelas," tuturnya.
Masih kata team Advokasi Yakusa, kami tidak akan lelah menuntut keadilan, karena di mata hukum semua warga negara, sama memiliki hak untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan Pancasila Sila ke. 5 dan UUD 1945. Persamaan dalam hukum yang salah, yang diberikan hukuman atau sanksi, papar Dr. Sulistyowati
GP- IRWAN A.N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar