JAKARTA.GP- Upaya pengungkapan dan penyelesaian
kasus tewasnya wartawan Kalsel secara transparan dan beradab telah
mengundang perhatian banyak kalangan, termasuk dari pihak DPR RI. Wakil
Ketua DPR, Fadli Zon, misalnya, menegaskan mendukung langkah Komnas HAM
untuk mengungkap kematian M Yusuf (42) wartawan media online di Lapas
Klas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, 10 Juni lalu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR RI Biem Benyamin. Diktakannya, kalau aturan Dewan Pers merugikan masyarakat, maka harus direvisi. “Semua ada aturannya dan semua harus untuk kepentingan masyarakat. Kalau aturan-aturan Dewan Pers itu tidak sesuai dan merugikan masyarakat, harus direvisi,” kata politisi Gerindra itu.
“Kita di Komisi I sebagai mitranya Dewan Pers tentunya sangat concern, ketika ada kekeliruan harus kita sampaikan untuk segera direvisi,” lanjutnya.
“Kita di Komisi I siap dimana kita sebagai penyambung pihak-pihak yang terkait dan akan kita panggil dan akan kita minta pertanggungjawabannya, tentunya kita melihat dari permasalahannya seperti apa,” ujar Biem saat ditemui Kupas Merdeka, Senin 16/7, Kompleks DPR RI, Jakarta.
Lebih jauh Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, “Nanti kalau surat-surat yang akan disampaikan oleh beberapa organisasi pers ke Komisi I kita akan panggil, jadi kita tunggu surat masuk ke Komisi I,” tandas Biem.
#GP-RED
Menurut Fadli Zon, harus ada keberanian untuk mengungkap kebenaran dan
hal yang menjadi penyebab kematian M Yusuf. Terlebih kematian terjadi di
dalam lapas.
“Jangan sampai kebenaran itu ditutupi untuk kepentingan orang tertentu
yang saya kira tentu saja merupakan satu wujud ketidakadilan bagi
keluarga almarhum. Jadi harus dibongkar, mereka yang terlibat dalam
penganiayaan, intimidasi atau bahkan masuk dalam kategori pembunuhan ya
harus diungkap dan diberi sanksi sesuai hukum kita yang berlaku,” kata
Fadli Zon kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan.
Menurut politisi asal Sumatera Barat ini, tugas wartawan adalah sangat
mulia dan menjadi pilar denokrasi yang sangat penting. “Tugas wartawan
itu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari demokrasi. Karena itu
wartawan harus dilindungi, termasuk dalam kondisi perang sekalipun,”
tegasnya.
Ditanya soal banyaknya awak media yang mengalami kekerasan selama
pemerintahan rezim Joko Widodo, Fadli Zon mengaku sangat prihatin. “Di
media saat ini disebutkan ada 176 kalau tidak salah, wartawan yang
mengalami kekerasan, intimidasi bahkan hingga meninggal dunia seperti
yang dialami M Yusuf. Jika angka itu benar, kondisi Ini sangat
memprihatinkan. Harus dihentikan karena bertentangan dengan konstitusi
kita dan semangat demokrasi itu sendiri,” kata politikus Partai Gerindra
ini.
Fadli Zon juga menyebut banyaknya wartawan yang mengalami kekerasan saat
menjalankan tugas jurnalistik menambah catatan buruk bagi Presiden Joko
Widodo. “Dan saya kira ini juga mengkhawatirkan bahwa ada kecenderungan
pemerintahan sekarang ini menegakan sikap otoritarianisme kembali,
setidaknya yang bisa dilihat dari sisi pers,” pungkasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, kembali menyerukan
agar pihak terkait benar-benar serius menangani kasus ini. Alumni
PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2018 itu amat sangat prihatin melihat
persoalan ini yang disebutnya sebagai tragedi pembantaian kemerdekaan
pers Indonesia.
"Kasus ini bukan hanya soal kriminalisasi jurnalis belaka, tetapi lebih
buruk dari itu. Para pihak yang memperkarakan karya jurnalistik Muhammad
Yusuf telah menggunakan tangan hukum untuk membunuh sang jurnalis
sejati tersebut. Ini tragedi bagi kemerdekaan pers Indonesia," ujar
Wilson yang juga adalah Pimpinan Redaksi Koran Online Pewarta Indonesia
(KOPI) dengan situs resmi www.pewarta-indonesia.com ini.
Dirinya meyakini bahwa dalam kasus kematian jurnalis Muhammad Yusuf di
Lapas Klas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan itu, ada persengkongkolan
jahat yang melibatkan beberapa pihak. "Dari informasi yang masuk, saya
menduga kuat bahwa dalam kasus ini ada persekutuan jahat untuk membunuh
Muhammad Yusuf yang didesain sedemikian rupa agar yang bersangkutan
terlihat wafat secara wajar," imbuh pria yang sejak awal kasus ini
mencuat ke permukaan sangat getol menyuarakan perjuangan pengusutan
kasus tersebut.
Beberapa pihak, beber Wilson, yang diduga kuat terlibat dalam kolusi
busuk dalam kasus itu antara lain oknum aparat Polres, Kejari, Dewan
Pers, dan oknum pengusaha hitam, Haji Isam. Bahkan menurutnya, bisa
diduga keterlibatan oknum Gubernur Kalsel, yang tidak lain adalah paman
kandung Haji Isam.
"Untuk informasi bahwa Gubernur Kalsel itu sedang kecewa berat karena
baru-baru ini dikalahkan Yusril Ihza Mahendra yang menjadi pengacara PT.
Silo di Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam kasus pembatalan izin
pengusahaan lahan yang diincar PT. MSAM milik Haji Isam di Pulau Laut.
Sepak terjang PT. MSAM di lokasi tanah rakyat di sanalah yang jadi obyek
pemberitaan Muhammad Yusuf itu," terangnya.
Jadi menurut lulusan Pascasarjana Applied Ethics dari Utrecht
University, Belanda itu, dalam kasus ini sangat mungkin adanya
pembunuhan berencana dari pihak-pihak tertentu. "Parahnya, Dewan Pers
melalui oknum ahli pers Leo Batubara, telah mempermulus program
penghilangan nyawa wartawan Muhammad Yusuf," ujarnya dengan rasa sedih.
Oleh karena itu, lelaki paruh baya ini menyerukan kepada seluruh insan
pers di negeri ini untuk bersatu menolak kriminalisasi terhadap wartawan
dan membubarkan Dewan Pers. "Ayo kita bersatu, bersama kita bubarkan
Dewan Pers yang selama ini menjadi alat legitimasi aparat
mengkriminalisasi pekerja pers," serunya mengakhiri pernyataannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR RI Biem Benyamin. Diktakannya, kalau aturan Dewan Pers merugikan masyarakat, maka harus direvisi. “Semua ada aturannya dan semua harus untuk kepentingan masyarakat. Kalau aturan-aturan Dewan Pers itu tidak sesuai dan merugikan masyarakat, harus direvisi,” kata politisi Gerindra itu.
“Kita di Komisi I sebagai mitranya Dewan Pers tentunya sangat concern, ketika ada kekeliruan harus kita sampaikan untuk segera direvisi,” lanjutnya.
“Kita di Komisi I siap dimana kita sebagai penyambung pihak-pihak yang terkait dan akan kita panggil dan akan kita minta pertanggungjawabannya, tentunya kita melihat dari permasalahannya seperti apa,” ujar Biem saat ditemui Kupas Merdeka, Senin 16/7, Kompleks DPR RI, Jakarta.
Lebih jauh Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, “Nanti kalau surat-surat yang akan disampaikan oleh beberapa organisasi pers ke Komisi I kita akan panggil, jadi kita tunggu surat masuk ke Komisi I,” tandas Biem.
#GP-RED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar