(Foto: Dok MCH) |
Madinah(ARAB SAUDI).GP- Satu persatu Jemaah haji Indonesia keluar dari pintu imigrasi terminal internasional Bandara Prince Mohammad bin Abdul Aziz (PMAA) Madinah. Waktu baru menunjukkan pukul 09.00 waktu setempat, Jum'at (28/7) kemarin. Matahari mulai meninggi dengan sengatan panasnya yang telah mencapai 38 derajat celcius meskipun masih cukup pagi di Indonesia.
Jemaah haji yang baru tiba teridentifikasi asal embarkasi Solo (SOC) kloter 32 tersebut kompak mengenakan slayer merah mencolok bertulis Wonosobo, daerah mereka. Sekilas tidak ada yang aneh, namun diantara mereka terlihat beberapa orang dengan wajah kemerahan, khas warga Dieng saat berada di tempat panas.
Saat ditanya mereka memang warga Dieng dari Desa Sembungan, desa tertinggi di Jawa. Daerah mereka sedang viral di media sosial karena seluruh embun dan air permukaan menjadi es di pagi hari. Desa Sembungan di Wonosobo, Jawa Tengah, memang bukan desa biasa. Pada ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut, ia menjulang jauh di atas seluruh pemukiman lainnya di Pulau Jawa.
Ia merentang di lembah sejumlah bukit dan gunung. Mengapit desa itu, ada Bukit Sikunir, Gunung Pakuwojo, Bukit Seroja, Gunung Prambanan, Gunung Prau, dan Gunung Bisma. Danau Telaga Cebong menambah dramatis pemandangan desa tersebut.
Dari Bukit Sikunir, warga bisa menyaksikan matahari naik di sela-sela kemegahan Gunung Sindoro, Sumbing, Slamet, Merbabu, Merapi, serta Ungaran dan Telomoyo. Tak perlu mendaki jauh dari desa itu untuk berada di atas awan, hanya sekitar 30 menit sampai puncak Sikunir.
Namanya juga dataran tinggi, cuaca di daerah yang tak jauh dari Kawasan Wisata Dieng itu, selalu dingin. Menjelang musim kemarau ini, di media sosial ramai foto penampakan bunga es yang menutupi ladang-ladang di desa tersebut. Ahmad Fathoni (41 tahun), seorang petani tempatan mengisahkan, sedianya bunga-bunga es itu bukan barang langka. Hampir setiap kemarau ia tiba.
Untuk berwudhu, masyarakat desa itu tak berani begitu saja dengan air yang mengalir. Jika tak pakai pemanas, air yang mengalir langsung menyakiti kulit. Begitu juga angin yang berhembus, terasa langsung menembus tulang.
Tak heran, saat tiba di Tanah Suci melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, pada Jumat (27/7), Fathoni terkejut. “Kaget saya dengan panasnya. Baru kali ini merasakan panas seperti ini,” kata dia saat ditemui di Madinah, Sabtu (28/7).
Ia ingat, menengok hape dan melihat suhu 40 derajat celcius terpampang disitu. Saat ia meninggalkan kampungnya menuju Embarkasi Solo, suhu sempat mencapai di bawah lima derajat celcius. Berkebalikan dengan dingin yang menembus tulang di desanya, angin panas seperti menampar-nampar kulit di Madinah.
#GP-Artikel Asli
#FZ/AB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar