Pasaman(SUMBAR).GP- Dini hari, Rabu 23 Mei 2018 jelang sahur , sekitar 46 orang masyarakat Simpang Tonang Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman DITAHAN di bascamp tambang emas milik PT. Inexco Jaya Makmur (PT. IJM). Sementra puluhan masyarkat lainnya, lari menyelamatkan diri.
Data yang dihimpun www.goparlement.com yang bersumber dari PBHI Sumbar-Walhi Sumbar dilampangan, warga ditangkap dijalan menuju basecamp oleh aparat gabungan dari unsur TNI-POLRI-SatpolPP Kabupaten Pasaman, kemudian dibawa dan ditahan di basecamp PT. IJM yang beralamat di Jorong Pardamaian. Kemudian warga dipukuli dengan gagang senjata, lalu diseret, dan di injak-injak.
Akibat dari perilaku aparat gabungan tersebut, sekitar 20 orang warga mengalami luka-luka di bagian kepala, lengan, punggung, bahkan ada tangan mereka yang patah.
Tindakan tidak manusiawi ini, terjadi pas pada hari peringatan 20 tahun reformasi. Bahkan sebelum kejadian Rabu 23 Mei 2018 dini hari. Seorang yang dikenal warga sebagai ASN sekaligus pemasok bahan bangunan ke PT. IJM sempat meneror dan mengancam warga dengan senjata api Selasa 22 mei 2018.
Padahal warga hanya meminta kepada ASN agar seluruh bahan-bahan bangunan tidak dimasukkan ke basecamp PT. IJM, sebab keberadaan PT. IJM di Nagari Simpang Tonang tidak sepengetahuan dan se izin pemangku dan masyarakat adat selaku pemilik tanah adat. Namun ASN dengan inisial SA berang dan mengeluarkan senjata api serta menembakkannya satukali ke udara. SA mengatakan ke warga yang intinya. "Bukan bahan bangunan ini yang kalian tahan, jika menolak tambang PT. IJM, mari bakar basecamp PT. IJM," kata SA sambil meneror dan mengancam, juga mencoba memprovokasi warga.
Menyikapi hal ini, Direktur Walhi Sumbar, Uslaini mengatakan, "Melihat rangkaian peristiwa, kami menilai ada pihak-pihak tertentu yang mencoba “kondisikan” warga, agar mereka melakukan tindakan anarkis. Sehingga dengan alasan keamanan dan melindungi asset investor (PT.IJM), Negara punya alasan untuk mengunakan kekuatan TNI-POLRI-SatPol PP. Dalam berita yang beredar secara online terbukti, seakan-akan warga yang melakukan tindakan melawan hukum. Padahal, sesungguhnya mereka adalah KORBAN," papar Uslaini.
Setel 20 tahun reformasi, namun gaya pemerintah otoriter masih dipakai di Sumatera Barat. TNI-POLRI masih digunakan untuk berhadap-hadapan dengan warga/masyarakat adat yang mempertahankan hak-hak mereka sebagai WNI dan masyarakat adat, dari ancaman investasi tak ramah HAM dan Lingkungan.
Kenapa militer terlibat aktif dalam melindungi bisnis tambang emas PT. IJM ini..? Apakah terlibat dalam bisnis ini..? Kecurigaan ini muncul, sebab pada tanggal 17 Mei 2018 Mobil Pick up dengan tulisan “PATROLI KODIM 0305 PSM” yang dikendarai oknum berseragam TNI, keluar dari basecamp PT. IJM dengan membawa 3 (tiga) buah Drum minyak kosong. Apakah TNI berbisnis BBM sebagai bahan bakar operasional PT. IJM..?
Pengunaan kekuatan TNI-POLRI dalam menghadapi dan menganiaya warga, jelas ini pelanggaran HAM. Maka siang tadi Putra-Putri Kecamatan Dua Koto bersama PBHI Sumbar-Walhi Sumbar telah melaporkan ke Komnas HAM Perwakilan Sumbar, agar dugaan pelanggaran HAM ini dapat ditindaklanjuti.
Wengki Purwanto Ketua PBHI Sumatera Barat menambahkan, "Dugaan pengunaan kekuatan TNI-POLRI dalam melindungi kepentingan investasi PT. IJM serta memukul dan menganiaya warga, jelas melanggar UU 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. TNI adalah alat pertahanan Negara, sedangkan Polri mengayomi dan melindungi masyarakat. Bukan untuk memukul dan menganiaya. Semestinya, ASN SA yang mengacam dan memprovokasi warga dengan mengunakan senjata api yang harus ditindak oleh pihak kepolisian, SA harus diperiksa tentang penguasaan dan pengunaan senpi tersebut," imbau Wengki.
Selaku kuasa hukum masyarakat adat, "Kami akan himpun fakta lapangan, dan laporkan keterlibatan oknum-oknum TNI-POLRI serta ASN yang melawan hukum di lapangan ke atasan masing-masing dan pihak terkait lainya. Kami juga mendesak, Komnas HAM untuk investigasi dan menyeret pelaku pelanggar HAM untuk dimintai pertanggungjawabannya, atas dugaan pelanggaran UU 39/1999 tentang HAM. Selain itu, Gubernur Sumbar harus bertanggungjawab atas kejadian yang menyebabkan puluhan warga Simpang Tonang jadi korban, kejadian ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan perijinan yang dikeluarkan oleh pihak Provinsi.
Pasca kejadian dini hari, kami mengajak semua pihak menahan diri, Negara harus bertindak arif, tidak lagi bertindak otoriter dan wajib mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat dalam melindungi kepentingan investasi. TNI-POLRI harus meminta maaf ke masyarakat dan jangan mau dibenturkan dengan rakyat. Semoga konflik ini, segera berakhir dengan penghormatan terhadap kearifan lokal dan HAM.
#GP-CE/RED/Pers Relis PBHI Sumbar Nomor . 095.SP/ED-WSB/V/2018
Data yang dihimpun www.goparlement.com yang bersumber dari PBHI Sumbar-Walhi Sumbar dilampangan, warga ditangkap dijalan menuju basecamp oleh aparat gabungan dari unsur TNI-POLRI-SatpolPP Kabupaten Pasaman, kemudian dibawa dan ditahan di basecamp PT. IJM yang beralamat di Jorong Pardamaian. Kemudian warga dipukuli dengan gagang senjata, lalu diseret, dan di injak-injak.
Akibat dari perilaku aparat gabungan tersebut, sekitar 20 orang warga mengalami luka-luka di bagian kepala, lengan, punggung, bahkan ada tangan mereka yang patah.
Tindakan tidak manusiawi ini, terjadi pas pada hari peringatan 20 tahun reformasi. Bahkan sebelum kejadian Rabu 23 Mei 2018 dini hari. Seorang yang dikenal warga sebagai ASN sekaligus pemasok bahan bangunan ke PT. IJM sempat meneror dan mengancam warga dengan senjata api Selasa 22 mei 2018.
Padahal warga hanya meminta kepada ASN agar seluruh bahan-bahan bangunan tidak dimasukkan ke basecamp PT. IJM, sebab keberadaan PT. IJM di Nagari Simpang Tonang tidak sepengetahuan dan se izin pemangku dan masyarakat adat selaku pemilik tanah adat. Namun ASN dengan inisial SA berang dan mengeluarkan senjata api serta menembakkannya satukali ke udara. SA mengatakan ke warga yang intinya. "Bukan bahan bangunan ini yang kalian tahan, jika menolak tambang PT. IJM, mari bakar basecamp PT. IJM," kata SA sambil meneror dan mengancam, juga mencoba memprovokasi warga.
Menyikapi hal ini, Direktur Walhi Sumbar, Uslaini mengatakan, "Melihat rangkaian peristiwa, kami menilai ada pihak-pihak tertentu yang mencoba “kondisikan” warga, agar mereka melakukan tindakan anarkis. Sehingga dengan alasan keamanan dan melindungi asset investor (PT.IJM), Negara punya alasan untuk mengunakan kekuatan TNI-POLRI-SatPol PP. Dalam berita yang beredar secara online terbukti, seakan-akan warga yang melakukan tindakan melawan hukum. Padahal, sesungguhnya mereka adalah KORBAN," papar Uslaini.
Setel 20 tahun reformasi, namun gaya pemerintah otoriter masih dipakai di Sumatera Barat. TNI-POLRI masih digunakan untuk berhadap-hadapan dengan warga/masyarakat adat yang mempertahankan hak-hak mereka sebagai WNI dan masyarakat adat, dari ancaman investasi tak ramah HAM dan Lingkungan.
Kenapa militer terlibat aktif dalam melindungi bisnis tambang emas PT. IJM ini..? Apakah terlibat dalam bisnis ini..? Kecurigaan ini muncul, sebab pada tanggal 17 Mei 2018 Mobil Pick up dengan tulisan “PATROLI KODIM 0305 PSM” yang dikendarai oknum berseragam TNI, keluar dari basecamp PT. IJM dengan membawa 3 (tiga) buah Drum minyak kosong. Apakah TNI berbisnis BBM sebagai bahan bakar operasional PT. IJM..?
Pengunaan kekuatan TNI-POLRI dalam menghadapi dan menganiaya warga, jelas ini pelanggaran HAM. Maka siang tadi Putra-Putri Kecamatan Dua Koto bersama PBHI Sumbar-Walhi Sumbar telah melaporkan ke Komnas HAM Perwakilan Sumbar, agar dugaan pelanggaran HAM ini dapat ditindaklanjuti.
Wengki Purwanto Ketua PBHI Sumatera Barat menambahkan, "Dugaan pengunaan kekuatan TNI-POLRI dalam melindungi kepentingan investasi PT. IJM serta memukul dan menganiaya warga, jelas melanggar UU 34 tahun 2004 tentang TNI dan UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. TNI adalah alat pertahanan Negara, sedangkan Polri mengayomi dan melindungi masyarakat. Bukan untuk memukul dan menganiaya. Semestinya, ASN SA yang mengacam dan memprovokasi warga dengan mengunakan senjata api yang harus ditindak oleh pihak kepolisian, SA harus diperiksa tentang penguasaan dan pengunaan senpi tersebut," imbau Wengki.
Selaku kuasa hukum masyarakat adat, "Kami akan himpun fakta lapangan, dan laporkan keterlibatan oknum-oknum TNI-POLRI serta ASN yang melawan hukum di lapangan ke atasan masing-masing dan pihak terkait lainya. Kami juga mendesak, Komnas HAM untuk investigasi dan menyeret pelaku pelanggar HAM untuk dimintai pertanggungjawabannya, atas dugaan pelanggaran UU 39/1999 tentang HAM. Selain itu, Gubernur Sumbar harus bertanggungjawab atas kejadian yang menyebabkan puluhan warga Simpang Tonang jadi korban, kejadian ini tidak bisa dilepaskan dari persoalan perijinan yang dikeluarkan oleh pihak Provinsi.
Pasca kejadian dini hari, kami mengajak semua pihak menahan diri, Negara harus bertindak arif, tidak lagi bertindak otoriter dan wajib mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat dalam melindungi kepentingan investasi. TNI-POLRI harus meminta maaf ke masyarakat dan jangan mau dibenturkan dengan rakyat. Semoga konflik ini, segera berakhir dengan penghormatan terhadap kearifan lokal dan HAM.
#GP-CE/RED/Pers Relis PBHI Sumbar Nomor . 095.SP/ED-WSB/V/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar