Bandung(JABAR).GP- Bertempat di aula Intitut Tehnologi Bandung, BPK RI bersama Institut Tehnologi Bandung menggelar Diskusi dengan tema "Akselerasi Pembangunan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi, Masalah dan Solusi", yang hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber, anggota IV BPK RI Rizal Djalil, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Archandra Tahar, Rektor Institut Tehnologi Bandung Kadarsah Suryadi dan Effendi Gozali sebagai narazumber, Selasa (15/5).
Rizal Djalil dalam paparannya mengungkapan, BPK saat ini Menemukan Permasalahan dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan di Indonesia 17 Mei 2018.
Sebagai salah satu media komunikasi dalam pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan kinerja yang dilakukan oleh BPK untuk memastikan bahwa pemgembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dilaksanakan oleh pemerintah berada di jalur yang telah ditetapkan dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Selain itu, dengan diselenggarakannya kegiatan seminar ini diharapkan dapat menghasilkan pandangan, pendapat, dan pemikiran antar pihak dalam rangka sinkronisasi dan sinergi untuk memberi masukan kepada Pemerintah terkait pemenuhan target kontribusi EBT dalam bauran energi nasional.
Rizal Djalil menambahkan, BPK berpendapat bahwa EBT harus dilakukan percepatan realisasinya bukan perencanaannya. "Yang paling berperan atau berkonstribusi terhadap inflasi di Indonesia adalah tarif listrik dan tarif bahan bakar minyak, artinya struktur inflasi di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh persoalan energi. Ini artinya pengembangan EBT tidak bisa ditunda-tunda lagi," ungkapnya.
Ditambahkannya, Permasalahan umum pengelolaan EBT diantaranya adalah ketergantungan pada energi fosil, teknologi EBT yang belum sepenuhnya berkembang secara mature, permasalahan sosial masyarakat seperti pembebasan lahan dan konflik sosial yang menghambat pencapaian target pembangunan di sektor energi, tata kelola pemerintahan yang regulasinya tumpang tindih antar sektor, konten lokal seperti relatif tingginya angka ketergantungan terhadap teknologi dari luar negeri, serta lemahnya dukungan perbankan dan lembaga keuangan dalam negeri untuk pembangunan sektor energi, pungkasnya.
#GP-003/Red.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar