DR. SUHARIZAL: PENANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH ADALAH KEPALA DAERAH
PADANG.GP- Padang Panjang ~ Sidang lanjutan dugaan korupsi anggaran belanja rumah tangga di Rumah Dinas (Rudin) Walikota Padang Panjang yang menjerat istri Walikota Padang Panjang, Hendri Arnis (non aktif), Maria Feronika bersama Staf Sekretariat Umum Rici Lima Saza selaku pengawas pekerja kebersihan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang, Kamis 26 April 2018) kemaren, semakin menarik perhatian banyak kalangan.
Pasalnya, sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ari Mulyadi, didampingi anggota Sri Hartati dan Zaleka, dan terbuka untuk umum, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hardirkan Richi Lima Saza sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Maria Feronica.
"Saya mulai jadi pengawas pada bulan Maret, namun SK penempatan saya terima pada bulan November 2014", kata Richi Lima Saza
Dalam kesaksiannya Rici mengatakan, kalua dia bekerja hingga malam karena tidak ingin bolak-balik dan itu karena permintaan Maria terutama untuk memfotokan anak-anaknya yang sudah tidur.
"Kalau saya pulang, tentu bolak-balik untuk memfotokan anak buk Maria", kata Richi.
Atas pernyataan Rici tersebut, Penasehat Hukum (PH) Maria, Defika Yufiandra mempertanyakan kepada Richi apakah ada masalah dengan kliennya atau ada hubungan dan sebagainya. Namun richi menyatakan tidak pernah ada masalah dan sebagainya.
“Baik lah kalau memang tidak ada, nanti kita tinjukan bukti SMS pernyataan cinta saudara terahadap Maria,” kata Defika.
Suasana sidang semakin menarik ketika ketua majelis hakim, Ari Muladi menanyakan langsung kepada terdakwa soal sms cinta tersebut kepada Maria. "Soal sms cinta itu gimana terdakwa?" tanya Ari Muladi.
Maria Feronika mengakui bahwa memang ada sms cinta dari saksi Richi Lima Saza kepada dirinya. "Soal itu saya masih menyimpan di HP, namun saat ini HP tidak saya bawa", ujarnya.
Sidang dugaan korupsi anggaran pekerja kebersihan rumah dinas Walikota Padang Panjang ini memiliki dua kasus dengan masing-masing terdakwa Maria Feronika dan Richi Lima Saza.
Selain Richi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menghadirkan pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Isnu Yuwana Darmawan dan mengatakan, tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu adalah perbuatan yang bertujuan menyembunyikan hasil tidak pidana, seolah hasil pekerjaan yang sah.
"Rekening mencurigakan adalah transaksi keuangan yang menyimpang yang tidak sesuai karakterstik, profil dan lainnya. Tegasnya tidak mencerminkan profil orang yang menempatkanya", katanya.
Tahapannya yakni menempatkan hasil tindak pidana di sistem keuangan seperti perbankan, pengalihan dari rekening asal ke jasa keuangan lainnya untuk menjauhkan dari pelaku tidak pidana, mencampurkan dengan yang legal seperti tambahan modal usaha dan membelanjakan uang tindak pidananya yang sudah ditempatkan seperti beli perhiasan.
Sesuai Undang-undang No.8 tahu 2010 tentang TPPU, unsur tahapan itualternatif, tidak harus dibuktikan semuanya. "Kalau semuanya disebut TPPU sempurna", lanjut Isnu.
TPPU itu lanjutnya, tindak pidana asalnya boleh berdiri sendiri, bahkan pada kasus-kasus tertentu bersamaan dan ada juga yang didahulukan TPPU dari pidana asal tergantung bukti dan kendala penyidik dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Sementara Penasehat Hukum Maria Feronika menghadirkan saksi ahli dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr. Suharizal.
Sebagai ahli ia mengatakan berdasarkan putusan Makamah Konsitusi dalam kasus korupsi kerugian negara tersebut harus nyata, tidak lagi diperkirakan.
"Dalam putusan MK nomor 25/PUU-XIV/2016 menyatakan kata "dapat" yang tertuang dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dihapuskan. Dengan demikian, tindak pidana korupsi menurut pasal tersebut harus memenuhi adanya kerugian negara atau perekonomian negara yang nyata", kata Suharizal.
Dijelasnyakan, kerugian yang nyata tersebut adalah berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), bukan BPKP atau inspektorat. Tidak hanya itu, ia menyampaikan hasil audit BPKP dan Inspektorat itu tidak boleh dibocorkan ke publik apalagi penegak hukum.
"Untuk laporan hasil audit BPKP ke Presiden, inspektorat di Provinsi ke Gubenur dan inspektorat Kabupaten/Kota ke Bupati/Walikot masing-masing", jelas Suharizal.
Lebih lanjut disampaikan, inspektorat provinsi tidak berwenang melakukan audit terhadap APBD Kabupaten dan Kota. Inspektorat Provinsi hanya berwenang melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan APBD provinsi, tidak Kabupaten/Kota. Hasil audit itu diserahkan kepada kepala daerah dan BPK.
"Jika ada temuan penyimpangan, Gubernur membentuk tim untuk penyelesaiannya. Ada tuntutan perbendaharaan bagi bendahara dan tuntutan ganti rugi (TGR) bagi non-bendahara", ucapnya.
Berdasarkan surat edarannya Makamah Agung Nomor 04 tahun 2016 tertanggal 6 Desember 2016 kepada ketua pengadilan tinggi dan ketua pengadilan negeri seluruh Indonesia yang intinya menyatakan instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan negara adalah BPK. Jika BPK sudah melakukan audit dan tidak ditemukan adanya kerugian keuangan daerah, tak dapat lagi dilakukan audit atas audit yang ada untuk kepastian.
"Tentu ini keliru dan tidak sah inpektorat melakukan audit terhadap objek yang telah diperiksa BPK, dan dijadikan dasar penyidikan. Pasalnya inspektorat adalah SKPD. Hasil pengawasan diserahkan kepada kepala daerah. Kepala daerah yangg menyelesaikan dengan tim yang dibentuknya", ujar Suharizal.
Pakar hukum Unand ini juga menjelaskan, penanggung jawab keuangan daerah adalah kepala daerah, kemudian turun kepada kepala SKPD selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), pejabat pembuat komitmen (PPK), pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan bendahara sebagai juru bayar.
"Jika pakai APBD meskipun proyek swakelola, harus jelas siapa KPA, PPK, dan PPTK. Merekalah yang paling bertanggung jawab dalam siklus manajemen baik secara langsung atau tidak mulai dari pimpinan SKPD hingga juru yakni bendahara", katanya.
Kasus ini berawal sejak awal 2014 lalu, di mana Sekretariat Daerah (Setda) Kota Padang Panjang memperoleh anggaran Rp360 juta. Uang tersebut lalu digunakan untuk membayar upah 12 pekerja dengan masing-masing pekerja memperoleh upah Rp45 ribu per hari.
Kemudian pada Maret 2014, dilakukan penggantian penjabat pengawas kebersihan rumdis walikota dan wakil walikota Padan Panjang, yang sebelumnya dijabat saksi Zulherman, dan digantikan oleh Rhici Lima Saza. Dalam pekerjaannya, pengawas bertanggungjawab mengelola absensi serta nama-nama petugas kebersihan, dan membawa daftar tersebut ke bendahara untuk pencairan gaji.
Berdasarkan daftar, terdapat beberapa nama pekerja dalam daftar hadir Bulan Maret hingga Desember 2014, yang tidak pernah bekerja di rumah dinas tersebut. Nama-nama itu antara lain, Nofrita, Febri Yanti, dan Nurhayati. Selain itu, juga terdapat nama-nama pekerja yang telah berhenti, tetapi gajinya tetap dicairkan oleh Rhici Lima Saza, yaitu atas nama Suhendrik, Hendri, Amel Zola, dan Esi Widiyani.
Pencairan gaji atas nama fiktif dan nama-nama yang telah berhenti tersebut dilakukan terdakwa Richi atas permintaan terdakwa Maria Feronika. Tindakan itu lebih dulu diawali dengan memasukkan nama-nama tersebut oleh Maria dengan meminta fotocopy KTPkepada yang bersangkutan.
Setiap bulanya, nama-nama pekerja fiktif dan yang berhenti tersebut seharusnya disampaikan oleh Rhici kepada bendara, dan melaporkan hal tersebutkepada Sekretaris Daerah Padangpanjang. Namun, informasi perihal nama-nama pekerja yang berhenti hanya diberitahukan Richi kepada Maria.
Tidak hanya itu, untuk pekerja yang setiap bulannya menerima gaji, juga dilakukan pemotongan oleh terdakwa Maria dengan berbagai alasan. Sehingga setiap pekerja menerima gaji dalam jumlah yang berbeda-beda.
Selanjutnya, pada 2015 Sekretariat Daerah Kota Padang Panjang memperoleh anggaran senilai Rp540 juta. Di mana uang tersebut digunakan untuk membayar upah 12 pekerja yang masing-masing menerima upah Rp75 ribu perhari, dengan sistempembayaran gaji yang sama dengan sistem pada 2014. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang lanjutan dugaan korupsi anggaran belanja rumah tangga di Rudin Walikota Padang Panjang yang menjerat istri Walikota Padang Panjang, Hendri Arnis (non aktif/karena ikut pencalonan walikota periode 2018-2023), bersama Staf Sekretariat Umum Rici Lima Saza selaku pengawas pekerja kebersihan di Rudi Wako Padang Panjang akan digelar Kamis 3 Mei 2018 mendatang.
#GP-003/red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar