Suasana
tempat parkir di pusat kota Melbourne Australia
|
Buktinya
bisa ditengok di suatu tempat parkir umum di jalan Royal Lane, yang
terletak di belakang Balai Kota Melbourne. Di pintu masuk gedung parkir
sudah tertera daftar tarifnya, dengan hitungan durasi per jam.
Tarif paling murah adalah 4 dolar Australia (AUD) yang berlangsung
hanya sampai 30 menit. Sedangkan untuk durasi 30 menit sampai 1 jam,
tarifnya naik menjadi AUD8. Bila kurs AUD saat ini rata-rata Rp10.500,
maka itu sama saja dengan Rp84 ribu lebih.
Mahal? “Ya, mahal banget, crazy,” ujar Martin Passerieu, pria asal
Argentina yang sudah delapan tahun tinggal di Melbourne. Dia saat itu
baru memarkirkan mobil vannya ketika mengantarkan VIVA dan
rombongan dari Indonesia, yang datang ke Melbourne atas undangan Tourism
Australia dan Garuda Indonesia, beberapa waktu lalu.
Menurut dia,
tarif segitu belum seberapa. “Ada yang lebih mahal lagi. Letaknya di
kawasan bisnis,” ujar dia, merujuk kepada zona perkantoran di jantung
kota Melbourne yang dikenal dengan sebutan CBD, Central Business
District.
Menurut laman resmi pemerintah Kota Melbourne, parkir mobil untuk di
pinggir jalan saja dikenakan tarif AUD5,50 per jam, atau setara
Rp58.000. Apalagi, di dalam gedung di kawasan CBD, bisa lebih mahal
lagi.
“Makanya saya berani bawa mobil kalau urusan bisnis saja,
seperti antar klien. Kalau ke kantor atau urusan pribadi, saya naik
kendaraan umum atau sepeda,” tutur Martin, yang bekerja sebagai
konsultan dan guide untuk sebuah biro wisata di Melbourne.
Bukan
tanpa alasan pemerintah setempat menerapkan tarif parkir yang tinggi
untuk kendaraan bermotor. Salah satunya adalah keterbatasan lahan
parkir.
“Di sini selain tarifnya mahal, juga susah banget cari tempat parkir,
apalagi di jam-jam sibuk. Tidak boleh parkir sembarangan di pinggir
jalan,” ujar Dian Fatwa, yang sudah cukup lama tinggal di Melbourne dan
berkantor di kawasan CBD.
Menurut Dian, selain lahan yang
terbatas, pemerintah setempat sengaja memasang tarif parkir yang mahal
agar masyarakat mengandalkan kendaraan umum untuk bepergian di Kota
Melbourne dan sekitarnya. “Makanya, ketimbang bawa mobil, saya lebih
sering naik trem. Lebih efektif karena haltenya dekat kantor dan saya
tidak perlu repot cari parkir,” kata Dian sambil tersenyum.
Tingginya
tarif parkir dipandang cukup membuat banyak orang berpikir ulang untuk
bawa mobil pribadi. Kebijakan ini tidak saja menekan kemacetan, namun
juga bisa menekan tingkat polusi udara.
Bisa jadi itu menjadi
salah satu faktor sukses bagi Melbourne bergelar kota paling layak huni
di dunia (Most Liveable City) selama tujuh tahun berturut-turut versi
lembaga riset Economist Intelligence Unit. “Status itu yang membuat saya
betah tinggal di Melbourne,” seloroh Martin.
#003/one/viva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar